Niat Menggali Sawah, Petani di Jawa Tengah ini Justru Temukan Harta Karun Emas Peninggalan Kerajaan

inNalar.com – Pada tahun 1990, seorang petani asal Jawa bernama Cipto Suwarno sedang menggali sawah miliknya di Desa Wanoboyo, Klaten, Jawa Tengah.

Pada hari Rabu, tanggal 17 Oktober, saat menggali di kedalaman sekitar 2,5 meter, cangkulnya tiba-tiba mengenai sesuatu yang keras.

Awalnya, Suwarno mengira itu hanya batu biasa, namun ketika benda tersebut diangkat, ia dibuat kaget bukan kepalang.

Baca Juga: Pertama dan Satu-satunya di Dunia, Bendungan Bawah Tanah Seluas 2,75 Hektare Ada di Gunungkidul

Ternyata, benda yang ia temukan bukanlah batu, melainkan sebuah guci keramik yang dihiasi emas.

Tanpa sengaja, ia telah menemukan sebuah ‘harta karun’ yang berisi belasan kilo emas saat menggali sawahnya.

Penemuan ini pun langsung menarik perhatian warga sekitar. Dengan disaksikan oleh pejabat desa, Suwarno melanjutkan penggalian dan menemukan total 16 kilogram logam mulia.

Baca Juga: Epik! Enggan Gusur Tanah Warga, Jalan Tol di Yogyakarta ini Dibangun Melayang di Atas Sungai

Selain itu, ia juga menemukan berbagai barang berharga lainnya, seperti bokor, mangkuk, guci, cincin, dan perhiasan lain.

Rincian barang temuan tersebut mencakup bokor gembung, 97 gelang, 22 mangkuk, enam tutup bokor, tiga gayung, satu baki.

Tidak hanya itu, tapi juga ditemukan 11 cincin, guci besar, dua guci kecil, pipa rokok, tujuh piring, delapan subang, manik-manik, tas tangan, keris, dan uang logam.

Baca Juga: Paling Strategis di Jawa Timur, Mall Seluas 170.000 M2 di Surabaya Justru Sepi bak Kuburan

Para arkeolog memperkirakan bahwa peninggalan tersebut berasal dari abad ke-9 hingga ke-10, dilihat berdasarkan gaya dan relief yang terdapat pada benda-benda berharga ini.

Salah satunya adalah relief Ramayana yang ditemukan pada salah satu mangkuk emas, serta koin bertuliskan “Saragi Diah Bunga.”

Penemuan ini memberikan wawasan tentang bagaimana logam mulia digunakan masyarakat Jawa pada masa kerajaan kuno, baik oleh kalangan elit maupun rakyat biasa.

Sejak zaman Majapahit hingga Kerajaan Daha, emas sudah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari.

Benda itu digunakan sebagai perhiasan, benda ritual, dan alat tukar dalam transaksi besar, seperti jual beli tanah.

Pada masa Majapahit yakni sekitar tahun 1293-1527 M, banyak catatan yang menunjukkan bahwa para bangsawan seringkali memiliki emas dalam jumlah besar.

Bahkan benda bernilai tinggi ini digunakan untuk melapisi berbagai benda, mulai dari kereta hingga kipas.

Seorang Arkeolog Slamet Mulyana, dalam bukunya “Menuju Puncak Kemegahan” (2012), menceritakan bagaimana emas menjadi barang yang sangat diidamkan di era Majapahit, seperti yang ditulis oleh Empu Prapanca dalam Nagarakertagama.

Kegemaran mengoleksi benda ini tidak hanya untuk tujuan estetika, tetapi juga untuk transaksi perdagangan.

Dalam “Uang Indonesia: Sejarah dan Perkembangannya” tahun 2021, Erwin Kusuma mencatat bahwa masyarakat Jawa kuno menggunakan emas dalam transaksi perdagangan.

Namun lebih sering digunakan untuk transaksi besar seperti jual beli tanah, bukan untuk transaksi pasar kecil.

Seiring berjalannya waktu, kebiasaan menggunakan logam mulia tetap berlanjut.

Namun, setelah runtuhnya kerajaan kuno dan munculnya kolonialisme, pola hidup masyarakat berubah.

Yang semula aurum digunakan dalam kehidupan sehari-hari mulai terkubur di bawah tanah, yang kemudian menjadi objek perburuan para pencari harta karun.

Peninggalan yang ditemukan Cipto Suwarno kemudian tercatat dalam sejarah sebagai Harta Karun Wonoboyo.

Temuan ini dianggap sebagai temuan emas terbesar dalam sejarah arkeologi Indonesia. Logam mulia tersebut akhirnya disimpan di Museum Nasional di Jakarta.

Kejadian serupa dialami oleh dua warga setempat, Sriyanto (47) dan Sumidi (46) pada 18 April 2023.

Mereka menemukan beberapa peninggalan artefak saat mencari rumput di lahan yang telah dibebaskan untuk proyek pembangunan tol Solo-Jogja di Wonoboyo.

Artefak tersebut sebagian besar terbuat dari logam, meskipun ada juga yang berbahan keramik, seperti guci.

Sayangnya, benda-benda yang ditemukan pada kedalaman 50 cm, sekitar 100 meter dari lokasi penemuan sebelumnya, sudah tidak utuh lagi.

Kini, semua temuan harta karun dari Wonoboyo telah disimpan dengan aman di Museum Nasional, dengan beberapa replika dipajang di Museum Prambanan.

Sedangkan guci dan kotak perunggu yang digunakan sebagai wadah penyimpanannya ada di Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) di Yogyakarta.

Meskipun pemilik asli benda-benda tersebut belum diketahui, penemuan ini tetap tercatat sebagai salah satu temuan arkeologi di Indonesia.*** (Aliya Farras Prastina)

 

Rekomendasi