

inNalar.com – Sama dengan Indonesia, Jepang juga dijuluki sebagai negara kepulauan. Ada ribuan pulau yang dapat dijadikan tujuan destinasi wisata.
Meski demikian, berbeda dengan pulau yang jaraknya 358 km dari selatan Tokyo ini.
Pada sebuah pulau terpencil yang di dalamnya terdapat kota yang terletak di tengah gunung berapi aktif paling terisolasi di dunia.
Baca Juga: Digendong China, Bandara Termungil di Sulawesi Tengah Targetkan 194.000 Penumpang per Tahun
Aogashima merupakan pulau vulkanik yang berpenghuni dan hidup berdampingan dengan gunung berapi.
Jika secara administrasi dan politik termasuk bagian dari Jepang. Namun dilihat dari letak geografisnya bukan bagian kepulauan negara tersebut.
Pulau-pulau tersebut berbatasan dengan Laut Filipina Timur Laut dan terletak tepat di utara Kepulauan Bonin yang masuk wilayah Jepang.
Aogashima sangat menarik perhatian dunia karena di atas gunung berapi aktif ini terdapat kehidupan dan pemukiman manusia.
Mereka telah hidup selama bertahun-tahun di atasnya.
Pulau terpencil itu merupakan kaldera atau lubang super besar yang terbentuk setelah letusan vulkanik.
Karena telah lama Meletus, kini kawah bagian dalamnya telah disamarkan oleh tanaman hijau yang subur.
Kota kecil yang sepi ini benar-benar jauh berbeda dengan kehidupan di pusat kota.
Hal yang lebih menarik adalah catatan sejarah yang menunjukkan bahwa pulau ini tidak berpenghuni selama ratusan tahun terutama pada saat terakhir kali meletus pada abad ke-17.
Baca Juga: China Garap Mega Proyek Termahal di Dunia, Gelontoran Dananya Tembus Rp1.600 Triliun
Lebih lanjut, pada akhir abad ke-17 terjadi letusan gunung berapi besar di pulau itu yang menewaskan sekitar 100 orang.
Berdasarkan informasi, jumlah penduduk Aogashima sekitar 170 orang termasuk diantaranya anak kecil dan warga lanjut usia.
Penduduk di pulau terpencil Jepang ini saling mengenal satu sama lain dengan wajah dan namanya.
Baca Juga: Dukung Transformasi Ekonomi Hijau, BRI Catatkan Portofolio Pembiayaan Berkelanjutan Rp764,8 Triliun
Hal menarik di sana adalah banyak penduduk yang memiliki silsilah hubungan keluarga. Namun, ada pendatang yang menetap dari wilayah Jepang lain yang memilih hidup di pulau itu.
Kehidupan di pulau Aogashima didominasi oleh pertanian, perikanan, dan pariwisata.
Pertanian menjadi mata pencaharian utama penduduk setempat. Mereka menanam padi, sayuran dan buah-buahan yang ditanam di teras-teras bukit yang curam.
Meskipun lahan pertanian terbatas masyarakat setempat menjaga dan memanfaatkannya dengan bijak.
Sementara untuk perikanan penduduk setempat menggantung jaring mereka di pantai dan mengandalkan tangkapan laut untuk sumber protein.
Fasilitas di pulau ini sangat terbatas karena jumlah penduduknya juga terbatas hanya ada satu SD, SMP, dan SMA.
Rata-rata penduduk yang tinggal di Aogashima masih memiliki hubungan kekerabatan, terlihat dari kepemilikan nama keluarga yang sama.
Terdapat klinik yang tersedia di pulau itu, tetapi tidak ada rumah sakit besar.
Kemudian, hanya ada 1 toko, 1 kantor pos, dan 2 bar.
Ada beberapa kemungkinan mengapa populasi di sana tidak terlalu tinggi dan aksebilitas adalah salah satunya.
Cukup sulit untuk masuk dan keluar dari pulau ini. Ada 2 cara berbeda untuk mengakses ke Aogashima.
Keduanya cukup mahal, sarana transportasi pertama adalah kapal yang berlayar dari Pelabuhan Sihani di Hachi Jochima ke Pelabuhan Sanpo.
Lalu hanya ada satu perjalanan keluar masuk pulau dalam sehari. Bahkan pada hari-hari cuaca buruk tidak akan ada perjalanan menuju wilayah itu.
Sarana transportasi kedua adalah helikopter, perjalanan yang dapat menampung sekitar 9 orang.
Tiket sekali jalan akan menelan biaya sekitar 11.500 Yen atau setara dengan Rp1,2 juta.
Alasan lain orang bermigrasi keluar pulau adalah kenyataan bahwa tidak banyak yang bisa dilakukan di daerah tersebut.
Terakhir, meskipun terlihat sangat indah. Namun wilayah itu merupakan gunung berapi aktif yang suatu saat mungkin saja akan mengulang sejarahnya kembali.
Tetapi untungnya teknologi saat ini sudah jauh lebih maju dibanding saat terjadinya letusan pertama.
Dengan menggunakan teknologi canggih milik Jepang, mereka dapat mendeteksi lebih awal ketika akan terjadi letusan gunung berapi.*** (Ummi Hasanah)