Netizen Ramai Bahas Nordic Style di X Gegara Sri Mulyani Rilis Kebijakan Kenaikan PPN 12 Persen

inNalar.com – Di penghujung tahun ini masyarakat dihebohkan dengan kebijakan kenaikan PPN yang menjadi 12% di Januari 2025 nanti.

Salah satu isu paling hangat dari kenaikan PPN ini adalah Nordic Style yang dikaitkan oleh Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan Indonesia pada kebijakan ini.

Dimana merupakan konsep penerapan pajak dengan tarif tinggi namun memberikan layanan publik yang berkualitas.

Baca Juga: Gaji PPPK Bulan Desember 2024 Bisa Tembus Rp7,3 Juta, Lebih Tinggi dari PNS? Simak Rinciannya

Negara-negara seperti Denmark, Swedia, Norwegia, Finlandia, dan Islandia menerapkan konsep ini, sehingga dikenal dengan persentase pajak yang sangat tinggi.

Sebagai contoh Finlandia memiliki tarif pajak penghasilan tertinggi mencapai 57%, sedangkan Denmark berada di angka 55,9% dari gaji warganya.

Dengan pajak yang tinggi ini, masyarakat di negara Nordik dapat menikmati pendidikan dan layanan kesehatan gratis.

Baca Juga: Wajib Tahu! Syarat Penting untuk Daftar CPNS Jalur Cumlaude

Sri Mulyani menjelaskan bahwa meskipun biaya pendidikan tampaknya gratis bagi siswa, orang tua mereka membayar melalui pajak yang besar.

Apabila dilihat secara garis besar, manfaat tersebut memang mirip dengan harapan pemerintah pada kenaikan PPN ini.

Di mana pemerintah berharap bahwa dengan peningkatan tarif pajak ini, pendapatan negara dapat meningkat untuk mendanai berbagai layanan publik.

Baca Juga: Bocoran Lengkap Gaji dan Tunjangan Kesejahteraan Guru dari Mendikdasmen: Non-sertifikasi Naik 30 Persen

Namun, keputusan ini tidak lepas dari kontroversi, terutama di kalangan masyarakat yang khawatir akan dampaknya terhadap daya beli mereka.

Karena adanya kenaikan PPN ini berpotensi akan berdampak signifikan terhadap daya beli masyarakat.

Sebuah studi kasus menunjukkan bahwa jika pengeluaran rumah tangga bulanan sebesar Rp5.000.000 dikenakan PPN 12%, maka total pengeluaran bisa meningkat menjadi Rp5.045.045.

Ini berarti setiap kepala keluarga harus mengeluarkan tambahan sekitar Rp45.045 per bulan, yang bisa menjadi beban berat bagi banyak keluarga.

Di media sosial, banyak netizen mengungkapkan skeptisisme terhadap penerapan sistem pajak Nordik di Indonesia.

Mereka berargumen bahwa upah minimum di Indonesia masih rendah dan tidak sebanding dengan tarif pajak tinggi tersebut.

Seperti cuitan salah satu pengguna media sosial X mengenai masih banyak daerah dengan upah minimum rendah dan masih jauh dari kata cukup.

“Nordak Nordik Nordak Nordik
UMR Jawa Tengah masih Rp2.036.947 kok pajak Nordak Nordik.” tulis akun @rizkidwika di X.

Publik merasa bahwa penerapan pajak tinggi seperti Nordic Style tidak realistis untuk Indonesia saat ini.

Karena upah minimum yang rendah membuat beban pajak terasa lebih berat bagi masyarakat berpendapatan rendah dan menengah.

Bahkan pengamat ekonomi juga memperingatkan bahwa kenaikan PPN dapat memperburuk kesenjangan sosial jika tidak diimbangi dengan subsidi atau bantuan langsung tunai.

Kritik juga datang dari lembaga penelitian seperti Institute for Development of Economics and Finance (Indef).

Di mana Indef menyatakan bahwa keputusan untuk menaikkan PPN di tengah perlambatan ekonomi adalah langkah yang tidak tepat.

Karena penurunan daya beli akibat kenaikan harga barang dan jasa dapat menghambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Terutama bagi sektor usaha kecil dan menengah (UMKM) yang mungkin tidak mampu menaikkan harga produk mereka untuk menutupi biaya tambahan.

Rekomendasi