
inNalar.com – Kabar tentang kenaikan gaji pensiunan PNS sebesar 5 hingga 7 persen yang direncanakan mulai berlaku 1 Juli 2025 mendapat sorotan publik, terlebih di tengah lonjakan jumlah ASN yang akan segera pensiun.
Berdasarkan data terbaru dari Badan Kepegawaian Negara (BKN), pada tahun 2025 diperkirakan sekitar 2,5 juta PNS akan pensiun. Lonjakan ini terjadi akibat rekrutmen besar-besar pada tahun 1990-an.
Berdasarkan proyeksi BKN, diperkirakan lebih dari 600 ribu aparatur sipil negara akan memasuki masa pensiun setiap tahunnya sepanjang periode 2023 hingga 2027.
Baca Juga: Tampung 3 Negara, Daratan Pulau Raksasa Indonesia Seluas 743.330 Km2 Ini Kian Berubah Menjadi Gurun
Sebelum menelan mentah informasi kenaikan gaji 5-7 persen ini, perlu dipahami bersama, bahwa regulasi kenaikan gaji tidak hanya bergantung pada keputusan politik Presiden semata.
Melainkan melalui proses birokrasi yang melibatkan Kementerian Keuangan, PT Taspen dan regulasi berbentuk Peraturan Pemerintah (PP).
Fenomena kenaikan gaji PNS, TNI, POLRI hingga pensiunan ini bukan barang kemarin sore. Di era dua periode Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014), tercatat naik sebanyak 9 kali.
Baca Juga: TikTok Akan Dijual? Donald Trump Sebut Sudah Ada Pembelinya, Orang Super Kaya Raya
Menurut data dari Kemenpan RB, kenaikan ini bervariasi setiap tahunnya, dengan persentase tertinggi mencapai 20 persen pada tahun 2008.
Estafet kepemimpinan lantas dipegang Jokowi yang secara resmi menjadi Presiden RI pasca sumpah jabatan di tanggal 20 Oktober 2014.
Tepat pada tahun 2015, Jokowi juga menaikkan gaji PNS untuk pertama kalinya sebesar 6 persen melalui UU No.5 Tahun 2014 tentang ASN. Dasar hukum ini merupakan warisan dari SBY.
Baca Juga: Masjid Nasional IKN Habiskan Rp940 Miliar, Ini Wujudnya yang Mulai Terbentuk
Sejak 2016 hingga 2018, tidak ada perubahan gaji pokok maupun tunjangan kinerja (tukin) para PNS. Pemberian gaji masih mengandalkan UU No.5 Tahun 2014.
Pria kelahiran Solo itu secara resmi menaikkan gaji PNS melalui Peraturan Pemerintah (PP) No.15 Tahun 2019. Kebijakan ini didalihkan sebagai pemacu perbaikan kualitas dan motivasi birokrasi.
Di penghujung masa kepemimpinannya, Presiden Jokowi menetapkan kenaikan gaji ASN sebesar 8 persen pada tahun 2024 sebagai bentuk apresiasi terhadap kinerja aparatur negara.
Kenaikan tersebut tercantum dalam PP Nomor 10 Tahun 2024. Rinciannya, gaji PNS terendah masa kerja 0 tahun naik dari Rp1,5 juta menjadi Rp1,6 juta per bulan.
Menilik histori pergantian Presiden di atas, kenaikan upah sudah menjadi tradisi politik. Hal ini tak hanya jadi stimulan ekonomi nasional, tapi juga menggambarkan wajah baru birokrasi pemerintahan anyar.
Jika pola masa lalu menjadi rujukan, tentu publik boleh berharap pada tren lanjutan di era Prabowo. Terlebih, saat kampanye ia berjanji akan menaikkan gaji ASN.
Menurut Prabowo, kala itu, pelayanan publik yang baik dapat terlaksana bila mana ASN, terutama guru, TNI, Polri dan pejabat negara dalam kondisi sejahtera.
Reformasi besar-besaran di pemerintahan Prabowo, terdiri atas pemberantasan korupsi, swasembada pangan-energi dan meningkatkan kesejahteraan ASN.
Arah kepemimpinannya bisa dilihat dalam RPJMN 2025-2029 yang disahkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025.
Konsern dalam Perpres tersebut adalah peningkatan kesejahteraan merupakan bagian dari Program Prioritas Nasional 7, dengan konsep reward berbasis kinerja.
Bagi Prabowo, keberadaan ASN menjadi tulang punggung utama dalam menjalankan birokrasi yang transparan dan bebas korupsi. Sehingga untuk menunjang profesionalisme pegawai, maka diberikanlah hak gaji hingga tunjangan yang sesuai aturan.
“Aparatur sipil negara berhak untuk memperoleh gaji, tunjangan, fasilitas, cuti, jaminan pensiun dan jaminan hari tua, perlindungan, serta pengembangan kompetensi,” isi dari Perpres No.12 Tahun 2025.
Meski telah diterbitkan, Perpres tersebut belum mengatur gaji ASN berdasarkan indikator kebutuhan hidup layak dan kompetensi, melainkan tetap menggunakan acuan kepangkatan dan masa kerja.
Tentu hal ini menimbulkan rendahnya manfaat pensiun yang akan diperoleh pegawai. Salah satu contohnya adalah disparitas tunjangan kinerja antar ASN di berbagai instansi/lembaga akibat tidak ada standar khusus dalam pemberian tukin.
Selain Perpres No 12 Tahun 2025, tidak ada pernyataan resmi dari Prabowo yang mengarah pada kebijakan akan menaikkan gaji ASN dan pensiunan PNS pada tahun 2025.
Di tahun 2024 saja, APBN sudah cukup terbebani dengan dana pensiun ASN sedikitnya Rp164,4 triliun, jumlah ini belum termasuk biaya operasional yang ditaksir mencapai Rp 850 miliar.
Tentunya reformasi pada skema pegawai negeri sangat diperlukan untuk mengurangi beban negara. Opsi paling ideal adalah fully funded.
Skema fully funded adalah dana pensiun yang sebelumnya dikumpulkan oleh pemberi kerja dan peserta, yang selanjutnya diinvestasikan oleh lembaga pengelola untuk membayar pensiun.
Dalam skema ini, besaran gaji pensiun telah ditentukan di awal dan untuk memenuhi nilai ini di kemudian hari, para pekerja (PNS) akan dipotong gajinya per bulan dengan besaran tetap.
Di sisi lain, pemerintah sebagai pihak pemberi kerja akan menyesuaikan pembayaran berdasarkan kebutuhan aktual. Pola fully funded ini jelas lebih menguntungkan bagi PNS.
Pasalnya, mereka tak lagi khawatir soal kepastian besaran gaji pensiun yang akan diterima. Pemerintah juga akan menanggung resiko mana kalau terjadi shortage atau kekurangan dana sehingga pemerintah harus mencadangkan dana ini sejak awal.
Bisa disimpulkan, bahwa informasi pensiunan PNS akan mendapat kenaikan gaji 5-7 persen di tahun 2025 belum secara resmi diberlakukan. Sehingga masih sebatas wacana yang bisa saja berubah sewaktu-waktu, seiring beban fiskal negara hingga kondisi ekonomi nasional.