Mitos di Balik Tradisi Bau Nyale, Tradisi Unik Suku Sasak di Lombok Tengah Memburu Cacing


inNalar.com
– Pulau Lombok memiliki beragam kebudayaan dan tradisi yang menarik wisatawan. Salah satunya adalah tradisi Bau Nyale.

Tradisi Bau Nyale adalah perayaan masyarakat Lombok Tengah yang mengandung cerita mistis dan menarik wisatawan untuk berpartisipasi dalam menangkap cacing laut, yang dikenal sebagai nyale.

Bau Nyale berasal dari budaya suku Sasak, suku terbesar di Lombok. Dalam bahasa Sasak, “bau” berarti menangkap, dan “nyale” berarti cacing laut.

Baca Juga: 6 Kebiasaan Unik Suku Himba di Afrika Selatan, No 2 Pasti Kamu Terkejut dan No 5 Siap Geleng Kepala

Tradisi ini berlangsung setiap tahun pada tanggal 20 bulan 10 dalam kalender tradisional Sasak, yang biasanya jatuh antara bulan Februari dan Maret.

Legenda di Balik Tradisi Bau Nyale Masyarakat percaya bahwa nyale merupakan jelmaan Putri Mandalika, putri Raja Tonjang Beru dan Dewi Seranting dari Kerajaan Tonjang Beru dalam kisah lama suku Sasak.

Putri Mandalika terkenal dengan akan kecantikannya, diperebutkan banyak pangeran dari berbagai kerajaan di Lombok, seperti Johor, Lipur, Pane, Kuripan, Daha, dan Beru.

Baca Juga: Salah Satu Daerah di Jawa Tengah Ada yang Berjuluk Kota Cheater, Jangan-Jangan Kotamu?

Tidak ingin terjadi perselisihan di antara mereka, sang putri menolak semua lamaran dan memilih untuk mengasingkan diri. Pada tanggal 20 bulan sepuluh, tepat sebelum fajar, sang putri mengundang para pangeran dan rakyat untuk berkumpul di Pantai Kuta.

Setelah tiba di lokasi, Putri Mandalika, yang didampingi para prajurit, berdiri di atas batu di pinggir pantai. Tak lama kemudian, ia melompat ke laut dan menghilang tanpa jejak.

Jejak yang tersisa hanyalah kumpulan cacing laut, yang diyakini sebagai jelmaan sang putri dan menjadi asal mula tradisi Bau Nyale.

Baca Juga: 150.000 Tomat Ludes! Begini Uniknya Festival Perang La Tomatina di Spanyol

Bagi masyarakat, nyale bukan sekadar cacing, namun juga menjadi bahan utama untuk hidangan istimewa, seperti pepes nyale yang dibakar dengan daun pisang.

Pelaksanaan Bau Nyale dimulai dengan kegiatan sangkep wariga, yaitu pertemuan tokoh adat untuk penentuan waktu pelaksanaan.

Kemudian, dilakukan pepaosan atau pembacaan lontar oleh mamik atau tokoh adat sehari sebelum acara di bale sakepat, bangunan tradisional dengan empat tiang.

Pembacaan ini disertai dengan nyanyian pupuh, yang dimulai dari pupuh smaran dana, sinom maskumambang, dan ditutup dengan pupuh ginada.

Upacara ini menggunakan berbagai medium, seperti daun sirih, kapur, kembang setaman, gunungan jajanan tradisional Sasak dan buah lokal.

Pada dini hari sebelum masyarakat turun ke laut, para tetua adat mengadakan upacara dengan pakaian adat Nede Rahayu Ayuning Jagad dan berkumpul melingkar dan dikelilingi oleh sajian berbentuk gunungan.

Tradisi Bau Nyale melambangkan kemakmuran dan keberkahan dari Tuhan. Inilah alasan mengapa tradisi ini sangat dinanti oleh warga setempat dan menjadi festival yang unik.

Tradisi Bau Nyale hanya ada di Lombok, sehingga wisatawan yang ingin merasakan pengalaman ini harus berkunjung ke sana.***(Muhammad Arif)

 

Rekomendasi