

InNalar.com – Kasus pembunuhan Mirna karena kopi sianida yang menggegerkan seluruh masyarakat Indonesia bahkan mencanegara rupanya belum usai dibicarakan.
Setelah beberapa waktu lalu perusahaan film besar yaitu Netflix memproduksi dan menayangkan sebuah film dokumenter “Ice Coffee Murder”.
Film Ice Coffee Murder diketahui menceritakan tentang perjalanan panjang dari kasus kematian Mirna Salihin yang diduga telah dengan sengaja dibunuh oleh temannya yaitu Jessica Wongso.
Baca Juga: Lihat Karakter Kepribadian dari Tipe Sepatu Seseorang, Bisa Jadi Kamu Sosok yang Pekerja Keras!
Tak disangka rupanya film dokumenter tersebut langsung mencuri perhatian dan menjadi perbincangan netizen sehingga muncul banyak spekulasi yang berbeda-beda.
Beberapa fakta mengejutkan juga ditemukan, satu persatu para ahli yang berada dibalik kasus kematian Mirna Salihin muncul ke publik dan mengungkapkan kejanggalan.
Salah satunya yaitu dr Djaja Surya Atmadja yang beberapa waktu lalu menjadi narasumber Podcast Channel Youtube milik dr Richard Lee.
Baca Juga: Bak di Jepang, Taman Bunga di Semarang Jawa Tengah Ini Sajikan Sensasi Liburan di Negeri Dongeng
dr Djaja Surya Atmadja sendiri diketahui merupakan salah satu nama besar yang ada dibalik kematian Mirna Salihin pada saat akan melakukan pengawetan pada mayat.
dr Djaja Surya Atmadja mengungkapkan bahwa fakta yang ia temukan pada saat melihat jasad Mirna Salihin tidak ditemukan adanya racun sianida yang diduga menjadi penyebab kematiannya.
“Seharusnya kalau orang keracunan sianida akan ditemukan tiosanat di dalam organ hati, darah, dan urine. Kalau diperiksa di air liur juga ada, nah ini tidak ada,“ ucap dr Djadja kepada Richard Lee.
Kejanggalan lainnya yang diyakini oleh dr Djaja bahwa kematian Mirna Salihin bukan disebabkan karena racun sianida yaitu kadar sianida yang ditemukan pada tubuh Mirna sangat sedikit.
Adapun kadar sianida yang ditemukan pada organ lambung Mirna hanya 0.2%, dan ini mungkin bisa terjadi akibat proses pembusukan mayat.
Bahkan sebenarnya dengan kadar yang sangat sedikit itu seharusnya tidak bisa menjadi sumber atau alasan kematian Mirna Salihin, apalagi dalam waktu secepat itu.
“Kejanggalan yang saya temukan juga soal kadar, seperti letaldos itu orang kalau makan pasti 50% langsung mati dengan dosis 150-250mg,” kata dr Djaja dengan jelas.
“Jadi kalau itu masuk 150mg saja dan kemudian lambung kita isinya ada air saja taruhlah 1 liter, berarti kan 150mg/liter. Itu pasti masih ada pasca 2 jam setelah kematian Mirna Salihin,” sambungnya saat menerangkan.
Tidak hanya di situ, dr Djaja juga mengungkapkan bahwa pada saat pertama kali dirinya menerima jasad Mirna Salihin, warna kulit wajahnya adalah lebam biru.
Sedangkan menurut dr Djaja orang yang mati karena racun sianida warna kulit wajahnya adalah merah cherry atau terang karena kadar oksigen dalam Hb tinggi yang terikat oleh sianida.
Sehingga dr Djaja berani memutuskan untuk mengawetkan jasad Mirna Salihin dengan memberikan cairan formalin karena menurutnya kematian ini bukan disebabkan karena zat beracun seperti sianida.
“Saya juga gak akan berani kasih formalin untuk jasad yang memang mati karena racun, karena itu akan mengubah hasil sehingga menggangu proses otopsi dan identifikasi nantinya, “ tutur dr Atmadja saat menjelaskan. ***