

inNalar.com – Perusahaan pertambangan BUMN ini tengah disorot lantaran dugaan adanya korupsi terkait pengelolaan IUP di Kepulauan Bangka Belitung.
Adapun emiten yang dimaksudkan tersebut adalah PT Timah, Tbk. Hingga saat ini pengembangan kasus masih terus bergulir.
Dugaan adanya kerja sama dalam tata kelola lahan IUP dengan pihak swasta secara ilegal turut menjadi sorotan dalam kasus ini.
Lebih terangnya, tata kelola IUP timah milik perusahaan dalam kurun waktu 2015 – 2022 ini terendus adanya tindak pidana yang sebabkan negara merugi triliunan rupiah.
Belum ada nominal jelasnya mengenai berapa kerugian yang disebabkan oleh perusahaan terhadap negara.
Namun diduga kasus tersebut disebut melampaui dampak kerugian kasus PT Asabri yang dahulu sumbang kerugian hingga Rp22,7 triliun.
Tidak hanya sumbangkan kerugian dana bagi negara, kondisi area konsesi pertambangan timah yang ada di Bangka Belitung juga mengalami rusak berat.
Sejauh ini, pihak Kejaksaan Agung tengah memeriksa sejumlah saksi terkait kasus yang hingga kini masih berjalan.
Terlepas dari hal tersebut, rupanya kesehatan finansial PT Timah Tbk pada kinerja kuartal III 2023 sedang anjlok.
Baca Juga: Menelan Dana APBN hingga Rp173 Miliar, SPAM di Kota Kupang Ini Baru Dipakai 3.500 Sambungan Rumah
Bahkan, perusahaan catatkan rugi bersih mencapai Rp87,45 miliar. Seiring pula dengan merosotnya pendapatan.
Apabila pada pembukuan periode sebelumnya, Emiten BUMN ini berhasil rekorkan pendapatan hingga Rp10,18 triliun.
Pada periode terakhirnya, catatan penerimaan terjun hingga Rp6,37 triliun dengan penjualan sektor logam timah tampak tetap mendominasi.
Sebagai informasi, cuan dari keran penjualan logam timah mencapai Rp4,5 triliun, melejit sendiri dibandingkan sektor lainnya.
Cuan tin chemical hanya tercatat sumbang pemasukan perusahaan sebesar Rp559 miliar, ambles jauh dari periode sebelumnya yang mencapai Rp1 triliun.
Keran fulus berikutnya diikuti oleh penjualan batu bara sebesar Rp664 miliar dan tin solder sebesar Rp203 miliar.
Sisa pemasukan diketahui berasal dari sektor jasa galangan kapal, real estate, jasa pengangkutan dan asuransi, serta nikel.
Produksinya pun ikut merosot jika dibandingkan dengan periode sebelumnya, yakni sebanyak 11.540 metric ton logam timah.
Sementara 11.100 metric ton di antaranya berhasil terjual hingga akhir kuartal 2023.
Kerugian ini tidak tertolak karena pencapaian pendapatan yang tertahan dengan membengkaknya beban pengeluaran perusahaan yang mencapai Rp5,79 triliun.
Alhasil laba kotor yang tersisa hanya Rp584 miliar, sedangkan biaya lanjutan yang perlu dibayarkan termasuk pajak penghasilan menyebablkan emiten ini terjerat rugi.
PT Timah Tbk akhirnya mengatur strategi khusus untuk melepaskan perusahaannya dari lilitan utang tersebut.
Di antara skema yang akan diupayakan pihaknya antara lain adalah dengan meningkatkan kapasitas produksi tambang primer.
Selanjutnya menambah titik lokasi penambangan dan memaksimalkan amunisi tambang untuk wilayah IUP yang ada di laut (offshore).
Sebagai informasi tambahan, PT Timah Tbk memiliki IUP penambangan komoditas utamanya di sejumlah daerah yang total luasnya mencapai 472.912 hektare.***