Mengulik Sejarah Waduk Jatigede di Sumedang yang Kini Sedang Surut, Ternyata Dulunya Desa…

inNalar.com – Waduk Jati Gede di Kabupaten Sumedang, merupakan danau buatan terbesar di Indonesia dengan luas 4.983 hektar.

Waduk Jati Gede yang dibuat ini, ternyata telah menenggelamkan 28 desa dari kecamatan Darmaraja, Wado, Jatigede, dan Jatinunggal.

Sebenarnya, banyak yang belum mengetahui jika Waduk Jatigede ini telah direncanakan sejak pemerintahan Hindia Belanda.

Baca Juga: 28 Tahun Menanti, Waduk Kali Cipinang Jakarta Bernilai Rp22,9 Miliar Akhirnya Dibangun, Bisa Atasi Banjir?

Melansir informasi resmi dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat, kala itu pemerintahan Hindia Belanda merencanakan pembangunan 3 waduk.

Sepanjang aliran Sungai Cimanuk, Waduk Jatigede menjadi yang utama dan paling besar. Rencana ini gagal, karena masyarakat Sumedang yang tidak setuju.

Setelah melewati beberapa tahun, barulah pembangunan disuarakan kembali, tepatnya pada masa pemerintahan Soekarno.

Baca Juga: Pyo Ye Rim Korban Bullying Real Life Drakor The Glory Ditemukan Meninggal Bunuh Diri di Waduk Songjigok

Melansir dari akun YouTube @Bah Gilang, dikatakan bahwa Waduk Sumedang ini mulai digagas kembali pada tahun 1963 di masa pemerintahan Soekarno.

Namun pernah tertunda lantaran kurangnya biaya, tepatnya setelah dilakukan pembebasan lahan pada tahun 1982, pemerintah sempat beralih ke proyek lain.

Adapun relokasi warga Sumedang pertama kali dilakukan pada tahun 1982, yang kemudian dilanjutkan dengan desain pembangunan waduk pada era 1988.

Baca Juga: Luasnya 4.893 Hektar, Waduk di Sumedang Jawa Barat Surut 1 Km hingga Buat Desa yang Ditinggalkan Muncul Lagi

Disambung 2 tahun kemudian pada tahun 2007, hingga selesainya tahun 2015. Waduk ini kemudian difungsikan sebagai pusat pengairan untuk 90.000 hektar lahan pertanian.

Tepatnya di Kabupaten Indramayu, Cirebon, dan Majalengka. Selain itu, air Waduk Jatigede juga dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga air.

Daya yang diperlukan sekitar 110 Megawatt, seperti yang tengah dibangun oleh PT PLN Persero. Waduk ini juga memberi pasokan air kepada warga sekitar, hingga 3500 meter kubik per detik.

Namun baru-baru ini, waduk Jatigede sedang mengalami surut, yang diduga akibat musim kemarau.

Normalnya, waduk memiliki ketinggian 262 meter diatas permukaan laut atau MDPL, dan kini terjadi penurunan hingga 253.

Akibatnya, puing-puing rumah warga Sumedang yang dulu berada di daerah waduk, kini bermunculan.

Salah satunya yakni, Desa Cipaku Kecamatan Darmaraja seperti yang dijelaskan dalam YouTube @Bah Gilang.

Sebelum dijadikan waduk, desa ini memiliki suasana alam yang asri dan alami. Sebagian besar penduduk bekerja sebagai petani, peternak, atau di sektor pertanian.

Baca Juga: 22 Tahun Jadi yang Terindah, Waduk Terbesar di Batam Kepulauan Riau ini Tampung 101,2 juta m3 Air, Namanya?

Sebagian besar wilayah desa Cipaku ini adalah sawah, perkebunan, dan ladang. Sehingga mata pencaharian penduduk sebagai petani, bersumber dari padi, jagung, dan tanaman lainnya.

Rumah penduduk desa di Sumedang ini memiliki bentuk yang sederhana, menggambarkan arsitektur tradisional Jawa Barat, serta memiliki budaya yang kaya.

Seperti musik, upacara, dan tarian khas warga desa. Penduduk di Cipaku hidup dalam kondisi komunitas yang erat, ramah, tamah.

Sebelum menjadi waduk Jatigede, desa ini memiliki pusat desa yang berisi toko kecil, pasar, sekolah, dan masjid.

Serta terletak dekat sungai, yang digunakan sebagai sumber irigasi pertanian, dan air minum.

Wilayah desa Cipaku dihiasi oleh pemandangan yang indah, termasuk perbukitan, hutan, dan area pertanian yang subur.

Seiring pembangunan waduk Jatigede, beberapa wilayah desa ini telah tergenang air, dan mengakibatkan perubahan yang signifikan pada cara hidup penduduk.

Hingga akhirnya berubah menjadi Waduk Jatigede, yang dibangun untuk tujuan irigasi, penyedian air baku, dan pembangkit listrik.

Itulah gambaran dari desa Cipaku, salah satu wilayah di Sumedang yang ada sebelum tenggelam dalam waduk Jatigede.***

 

Rekomendasi