

inNalar.com – Toraja merupakan sebuah wilayah di Sulawesi Selatan yang memiliki berbagai keunikan budayanya.
Jumlah penduduknya sekitar 1 juta jiwa, setengahnya hidup di kabupaten Tana Toraja, Masama, dan Toraja Utara.
Tradisi adat yang sangat terkenal di sana adalah upacara kematiannya. Mereka percaya bahwa kematian adalah peristiwa sakral bukan hanya menjadi akhir kehidupan yang biasa dikenal sebagai Rambu Solo.
Selain itu, wilayah ini juga mempunyai daya tarik pada bentuk arsitektur rumah yang khas dengan bentuk menyerupai perahu dan dihiasi simbol yang bermakna keberanian dan kehormatan, bentuk rumah ini disebut dengan Tongkonan.
Daya tarik lainnya dari budaya adatnya wilayah di Sulawesi Selatan ini terletak dari tradisi pernikahan mereka.
Berbeda dengan upacara nikahan pada umumnya yang hanya akan disahkan secara agama, cara warganya menikah di sana juga harus disahkan oleh pemangku adat yang dihormati. Tradisi ini dilakukan menggunakan adat Aluk Tadolo yang disebut Aluk Rampanan Kapa’.
Aluk Tadolo merupakan bahasa Toraja yang memiliki arti “Alik” yaitu atura/ cara hidup dan “Todolo” yaitu nenek moyang, sehingga dapat dikatakan bahwa Alik Tadolo merupakan aturan/cara hidup berdasarkan ajaran nenek moyang.
Kemudian bagaimana dengan kasta yang dimaksud dalam pernikahan?
Masyarakat Toraja masih sangat menaati sistem kasta dalam kehidupannya. Sehingga tidak heran jika dalam upacara adat nikah masih mengimplementasikan sistem kasta tersebut. Acara pernikahan dibedakan secara beberapa kasta, yakni sebagai berikut.
Baca Juga: 1 Km dari Istana Kepresidenan, Penghuni Kampung di Jakarta Ini Punya Kebiasaan Unik Jika Mau Tidur
1. BO’bo’bannang
Merupakan kasta terendah dalam acara pernikahan di wilayah ini. Karena menjadi kasta terendah, acaranya dilaksanakan secara sederhana dan dihadiri oleh beberapa kerabat terdekat saja. DIilaksanakan pada malam hari secara sederhana dengan menyajikan ikan dan 1-2 ekor ayam saja.
2. Rampo Karoen
Inilah kasta menengah dalam acara nikahan warga Toraja. Berbeda dengan kasta rendah yang dilaksanakan pada malam hari, Rampo Karoen dilaksanakan pada sore hari di rumah pengantin wanita.
Pada acara pernikahan kasta menengah ini diisi dengan kemeriahan pantun-pantun unik dan meriah. Kemudian di malam hari perwakilan dari mempelai pria dan wanita mendengarkan keputusan dan ketentuan hukum tanah didepan para saksi adat.
Baca Juga: 10 km dari Tugu Jogja, Makam Keramat di Masjid Kuno Yogyakarta Ini Paling Ditakuti Para Pilot
Setelah itu baru diisi dengan jamuan makan malam yang berupa seekor babi dan beberapa ayam.
3. Rampo Allo
Menjadi acara hajatan dengan kasta tertinggi adatnya warga Sulawesi Selatan ini biasanya dilaksanakan oleh para keturunan bangsawan.
Acara pernikahan ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan waktu pelaksanaannya dilakukan hingga berhari-hari lamanya.
Baca Juga: 3 Kota Terkaya di Jawa Timur, Posisi Pertama Diduduki Daerah Seluas 63,4 Km Ini: Bukan Surabaya
Biasanya pihak keluarga calon mempelai pria akan mengunjungi rumah calon mempelai wanita untuk memastikan bahwa calon mempelai wanita ini betul-betul masih lajang atau belum ada yang datang melamarnya.
Setelah selesai dan masuk pada sesi lamaran, perwakilan keluarga calon mempelai pria akan mengutus perwakilan untuk membantu membawa Umbaa Pangngan atau sirih pinangan.
Selanjutnya sebelum masuk ke acara pernikahan, biasanya masyarakat Toraja akan menggelar acara untuk penganti membicarakan terkait komitmen rumah tangga atau biasa kita kenal dengan perjanjian pra nikah. Apabila melanggar perjanjian tersebut ada hukuman yang akan diberikan.
Acara terakhir ialah acara pernikahan, setelah sah dalama agama dan adat kedua penganti akan berjalan menuju pelaminan Toraja dengan iringan musik dan tarian tradisional Toraja. (***Gebriel Hemas)