

inNalar.com – Menyambung dari hasil SU MPRS IV, pda tanggal 25 Juli terbentuk Kabinet Ampera.
Diketahui bahwa Kabinet Ampera era kekuasaan Soekarno didominasi dengan kalangan militer.
Dalam Kabinet Ampera, Soeharto yang pada beberapa hari setelahnya diangkat menjadi jenderal penuh dan menjabat sebagai ketua presidium kabinet.
Selain itu, Soeharto juga menjabat sebagai menteri pertahanan dan keamanan.
Mengenai kebijakan dalam negeri, sejak bulan Maret 1966, Soeharto telah menetapkan perbaikan ekonomi sebagai prioritas.
Pada tahun 1965, inflasi di Indonesia sangatlah tinggi mencapai 500 persen dan harga beras naik 900 persen.
Baca Juga: Ambis Banget, Mahfud MD Dulu Kuliah di UII dan UGM Sekaligus hingga Kantongi Banyak Beasiswa
Satu-satunya jalan yang dinilai paling memungkinkan adalah dengan mengandalkan pinjaman-pinjaman baru dari negeri ‘imperialis’ Barat.
Artinya, sebelumnya Soeharto harus melakukan sebuah langkah populis di mata negeri barat.
Dilansir inNalar.com dari buku Biografi daripada Soeharto, langkah tersebut dimulai dengan dikirimnya Adam Malik untuk memperbaiki hubungan dengan Malaysia.
Sementara itu, di situasi masa Trikora, Soeharto mengkritik kebijakan Soeharto bahwa kebijakan tersebut hanya merupakan proyek mercusuar.
Pada bulan April dan Mei dimulai sebuah upaya memperbaiki hubungan dengan Malaysia di Bangkok.
Adam Malik dengan Tun Abdul Razak mencapai sebuah kesepakatan. Namun, reaksi mengejutkan di dalam negeri.
Bahkan, Soeharto tidak memikirkan akibat dari peristiwa tersebut yang mendapat kritikan tajam di dalam negeri.
Terutama reaksi dari Presiden Soekarno yang terus gencar menyuarakan anti-nekolim.
Takut kebijakannya akan digunakan untuk menyerang posisinya, Soeharto memutuskan untuk menunda pelaksanaan perjanjian.
Pelaksanaan perjanjian tersebut di tunda hingga akhirnya terlaksanan pada 11 Agustus 1966.***