

inNalar.com – Dalam laporan Indeks Kualitas Udara Kehidupan (AQLI), Indonesia termasuk sebagai salah satu negara dalam urut enam yang berkontribusi pada polusi udara.
Hujan buatan yang terjadi di Jakarta adalah merupakan hujan dengan inisiatif Badan Meteorologi, Klimatologi, dan geofisika (BMKG).
Terjadinya hujan di Jakarta pada Minggu 27 Agustus 2023 pada malam hari. Hujan tersebut adalah hasil teknologi modifikasi cuaca (TMC).
Adanya hujan buatan merupakan bagian untuk mengatasi masalah polusi udara di Jakarta yang memburuk.
Polusi udara sendiri menjadi ancaman yang besar bagi kesehatan yang ternyata bisa mengikis 1,4 tahun kehidupan dari usia rata-rata penduduk.
Baca Juga: Hujan Buatan Dilakukan BMKG untuk Mengurangi Polusi Udara, Bagaimana Cara Membuat Hujan Buatan?
Proses hujan buatan yang terjadi di Jakarta berhasil menurunkan tingkat polusi untuk sementara waktu walau masih dalam kondisi yang tidak sehat.
Bagi pemerintah ini menjadi tantangan sendiri untuk menemukan cara lain agar tingkat polusi udara menurun.
Proses terjadinya hujan buatan dengan melakukan penyemaian awan menggunakan bahan-bahan yang sifatnya menyerap air (higroskopik).
Selanjutnya akan terjadi proses tumbuhnya butir-butir hujan di awan dan akan mempercepat terjadinya hujan.
Pada proses hujan buatan dibutuhkan pesawat dengan modifikasi khusus untuk beroperasi dan membawa kru juga bahan semai.
Bahan semai adalah bahan kimia yang ditambahkan ke awan dalam proses pembuatan hujan buatan yang berupa garam halus.
Manfaat dari hujan buatan bisa dicontohkan jika suatu wilayah mengalami kekeringan dengan tidak terjadi hujan dalam jangka waktu yang lama dan hujan buatan ini bisa menjadi solusi kekeringan.
Dampak yang diakibatkan hujan bantuan akan merugikan bagi makhluk hidup dan alam karena adanya campuran bahan kimia yang memicu terjadinya hujan asam.
Dilansir dari beberapa sumber, para ahli berpendapat adanya hujan buatan bukan solusi definitif dan hanya respon reaktif untuk masalah polusi udara.***