

inNalar.com – Kasus kopi sianida yang menyeret nama Jessica Wongso pada tahun 2016 silam seolah tak pernah habis dibahas.
Padahal, pada bulan Oktober 2016 hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sudah menjatuhkan vonis 20 tahun penjara kepada Jessica Wongso yang diyakini sebagai pelaku tunggal atas kematian Mirna Salihin
Asep Iwan Iriawan sebagai mantan hakim menyatakan bahwa dalam kasus kopi sianida ini tidak ada perbuatan pidana dan Jessica harus dinyatakan bebas.
Baca Juga: TENANG DULU YA! Tenaga Honorer Tak Lolos PPPK 2024 Akan Diberi Kemenpan RB Posisi Ini
Keyakinan ini muncul bukan tanpa dasar, Asep mengatakan bahwa putusan hakim harus berdasarkan fakta di lapangan.
Menurut Asep Iwan Iriawan, fakta harus bersumber dari alat bukti yang sah yaitu berupa keterangan, saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa Jessica Wongso.
Untuk diketahui, Asep Iwan Iriawan sendiri merupakan mantan hakim yang namanya cukup ditakuti oleh para terdakwa kasus narkoba.
Ia sempat menjadi hakim dari tahun 1987 sampai tahun 2000 dan terakhir kalinya ia menjabat adalah sebagai hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Mantan hakim lulusan Universitas Katolik Parahyangan ini selama kurun waktu 1999-2000 pernah berhasil memberika vonis hukuman mati kepada 5 bandar narkoba di Pengadilan Negeri Tangerang.
Lebih lanjut, Asep menjelaskan keyakinan hakim saat menjatuhkan vonis harus berdasarkan alat bukti di persidangan.
Asep menilai terdapat berbagai kekurangan alat bukti yang dapat dijadikan dasar bagi keyakinan hakim, salah satunya adalah keterangan saksi dalam kasus Jessica Wongso
Pada saat persidangan kasus kopi sianida, tidak ada satupun saksi yang melihat bagaimana Jessica Wongso menuangkan racun ke dalam kopi yang diminum oleh Mirna Salihin.
Padahal dalam kasus itu merupakan delik materiil yang harus jelas siapa berbuat dan bagaimana ia berbuat.
Baca Juga: Digertak ‘Pejabat Misterius’ saat Kawal Kasus Jessica Wongso, Reza Indragiri Bocorkan Sosoknya
Selanjutnya, ia menyebutkan keternagan ahli yang diberikan adalah tidak sesuai dengan otentikasinya.
Misalnya saat gelasnya digeser tidak ada buktinya, begitu pun dengan jumlah volume sianida yang diduga dimasukkan ke dalam kopi juga tidak dapat dibuktikan.
Jadi belum dapat ditentukan bahwa Jessica yang pada saat itu berada di TKP (Tempat Kejadian Perkara) bisa menjadi tersangka.
Kemudian Asep juga menyinggung soal bagaimana visum dilakukan hanya dengan sampel cairan lambung yang dimuntahkan oleh Mirna.
Padahal untuk kasus kematian, visum harus dilakukan secara keseluruhan bukan hanya diambil sampel saja.
Ia menambahkan bahwa harus ada kesesuaian antara satu alat bukti dengan yang lainnya.
Hakim harus mencari petunjuk yang bersumber dari keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa.
Sedangkan dalam kasus ini tidak ada keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa adalah menyangkal melakukan perbuatan tersebut.
Sehingga dengan kurangnya petunjuk ini putusan hakim bisa batal.***