

inNalar.com – Debat cawapres 2024 pada 22 Desember 2023 lalu berlangsung cukup panas dan menegangkan.
Bagaimana tidak, cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming menggunakan istilah-istilah asing yang membuat cawapres lain agak kebingungan menjawabnya. Seperti tentang Carbon Capture Storage.
Melansir dari tayangan debat cawapres 2024 dari Youtube KPU RI pada durasi 1 jam 53 menit, Gibran bertanya kepada Mahfud MD tentang bagaimana regulasi Carbon Capture Storage.
Gibran menilai bahwa jawaban dari Mahfud masih belum sesuai dengan apa yang ditanyakan soal regulasi teknologi tersebut.
Padahal, saat ini pemerintah Indonesia tengah membangun komitmen kuat dalam hal pembangunan berkelanjutan untuk masa depan yang lebih hijau.
Dikutip dari laman PT Pertamina, teknologi ini juga dijadikan sebagai pendorong perekonomian di tanah air.
Tidak heran jika menjadi kebanggan tersendiri bagi Indonesia dalam penerapan teknologi Carbon Capture Storaga atau CCS.
Indonesia juga menjadi pelopor di ASEAN dalam penerapan regulasi CSS serta memiliki peringkat pertama di asia berdasarkan Global CCS Institute.
Saat ini sendiri pemerintah juga tengah menyelesaikan Peraturan Presiden atau Perpres yang membahas lebih lanjut tentang regulasi CCS agar lebih kuat.
Untuk mendukung Net Zero Emission di tahun 2060 mendatang, Indonesia juga tengah berambisi dalam mengembangkan teknologi CCS sekaligus membentuk hub CCS.
Hal tersebut nantinya tidak hanya dapat menampung CO2 domestik saja. Akan tetapi juga dapat menggali kerja sama dalam skala internasional.
Indonesia sendiri memiliki kapasitas penyimpanan CO2 yang cukup potensial mencapai 400-600 gigaton di depleted reservior dan saline aquifer.
Tidak heran jika negara ini berdiri di garis depan dalam pengembangan industri yang lebih hijau.
Dengan adanya potensi penyimpanan tersebut, maka memungkinkan penyimpanan emisi CO2 secara nasional selama 322 sampai 482 tahun.
Adapun perkiraan puncak emisi 1,2 gigaton CO2-ekuivalen di tahun 2030 nanti.
Tentu saja kehadiran teknologi tersebut akan menjadi era baru bagi tanah air. Nantinya, Carbon Capture Storage akan diakui sebagai “license to invest” untuk bidang industri yang rendah karbon.
Contohnya saja seperti blue hydrogen, blue ammonia, hingga advanced petrochemical.
Hal ini juga akan membuka peluang industri baru di tanah air dalam menciptakan pasar berskala global bagi produk-produk khusus yang memang memiliki nilai karbon lebih rendah.
Carbon Capture Storage sendiri memiliki nilai investasi yang cukup besar hingga miliaran rupiah.
Seperti proyek CCS Quest yang ada di Kanada dengan dana investasi senilai 1,35 miliar USD dengan kapasitas 1,2 juta ton CO2 per tahunnya.
Pemerintah Indonesia sendiri telah meneken MOU bersama ExxonMobile dengan investasi sebesar 15 miliar dolar AS untuk industri bebas emisi CO2.
Tidak heran jika hal tersebut menjadi pertimbangan penting dalam memberikan fasilitas investasi awal yang cukup besar untuk pengadaan proyek CCS.
Diharapkan pula penerapannya di Indonesia mampu mendorong ekonomi berkelanjutan dan dapat mencapai tujuan lingkungan secara global.***