

inNalar.com – Siapa yang menyangka, pulau eksotis Halmahera Selatan ini menjadi tumpuan baru bagi masa depan Indonesia.
Padahal pulau eksotis ini luasnya cukup mungil, yakni hanya 3.048 kilometer persegi.
Kecil-kecil cabai rawit, itulah sematan yang sesuai dengan keistimewaan pulau mungil yang ada di Halmahera Selatan.
Bagaimana tidak, banyak pijakan kantong ekonomi baru RI di daratan penuh kekayaan alam itu.
Dari segi pertanian saja, produk hasil perkebunan seperti cengkih saja bisa menyumbang Rp70 juta per ton.
Belum lagi potensi ekonomi dari hasil perkebunan pala, kelapa, dan lada.
Harapan baru Pemerintah RI semakin manis terhadap pulau eksotis Halmahera Selatan ini, yakni sejak aktivitas pertambangan getol digerakkan.
Inilah Pulau Obi, daratan mungil yang diproyeksikan menjadi kantong ekonomi baru Indonesia.
Keberlimpahan potensi alam seperti emas, nikel, semen, hingga minyak bumi tidak bisa dipungkiri membuat daratan ini menjadi pusat perhatian belakangan ini.
Mekarnya industri nikel yang dibesarkan oleh Harita Nickel Group hingga PT Nusa Halmahera Minerals yang menggarap emas kian menunjukkan kontribusi daerahnya.
Apalagi jika bukan soal sumbangsihnya terhadap penerimaan daerah Halmahera Selatan dan puncaknya bagi Indonesia.
Dapat diperhatikan dari pertumbuhan ekonomi Provinsi Maluku Utara menurut data BPS 2024.
Penopang lejitnya ekonomi Maluku Utara berasal dari adanya peningkatan ekspor luar negeri dan investasi yang masuk, ungkap Sri Haryanti Plt Gubernur Maluku Utara melalui Portal Pemprov Malut.
Lebih lanjut, sektor yang amat berperan dalam laju pertumbuhan ekonomi daerahnya adalah bidang pertambangan dan industri pengolahan nikel.
“Investasi di Malut terus berlanjut dengan realisasi PMA sebesar 1.025,40 juta dolar dan PMDN sebesar 1.774,30 miliar rupiah,” dikutip dari Pemprov Maluku Utara.
Ekspor Maluku Utara yang didorong dengan adanya kawasan industri pertambangan dan pengolahan nikel di Pulau Obi cukup berperan besar.
Nilai ekspor yang berhasil dicapai tahun 2024, menurut data triwulan I, melaju 9,89 persen dengan volume ekspor yang ikut naik 11,01 persen.
“Pertambangan menjadi sumber pertumbuhan tertinggi sebesar 3,38 persen,” dikutip dari Pemprov Malut.
Kendati demikian, masyarakat dan Pemerintah RI tentu perlu tetap segar mata.
Sebab melejitnya industrialisasi daerah perlu adanya pengawasan ketat terhadap perlindungan potensi resiko kerusakan lingkungan.
Baca Juga: Adidas, HP, Disney dan 2 Lainnya Ini Merek Pro Israel yang Laris di Indonesia
Eksploitasi alam perlu diimbangi dengan adanya pengawasan tinggi terhadap pembenahan kembali bekas lahan tambang.
Potensi penurunan kualitas air baik yang mengalir dari laut, sungai, mau pun danau perlu diperhatikan.
Sebab bagaimana pun air merupakan sumber penghidupan manusia, khususnya warga yang telah turun-temurun hidup di sekitar Pulau Obi.***