Lama Terkubur, Akhirnya Prabowo Bakal Wujudkan Pesan Soekarno Terkait Proyek Senilai USD 235 Miliar Ini


inNalar.com – Hingga kini, Indonesia belum mencatat kemajuan berarti dalam pengembangan proyek nuklir. Jika ditarik ke belakang, Soekarno, pernah berpesan supaya bangsa Indonesia menguasai teknologi pemanfaatan tenaga nuklir.

Di bawah pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto, diskusi mengenai energi nuklir kembali menguat.

Dalam Forum Conference of the Parties, COP29 di Azerbaijan, Indonesia mempresentasikan rencana besar Presiden RI Prabowo Subianto berupa proyek energi terbarukan dengan total kapasitas 100 gigawatt (GW).

Baca Juga: Adopsi Teknologi Jerman, BJ Habibie Rupanya Pernah Bangun Reaktor Nuklir di Tangerang

Proyek ambisius Prabowo Subianto yang disampaikan di COP29 ini, diproyeksikan akan menyedit nilai investasi senilai 235 miliar USD atau sekitar Rp 3.684 triliun (kurs Rp 15.677 per dolar AS) dan akan dijalankan hingga 2040.

Perwakilan RI dalam COP29, Hashim, menjelaskan bahwa investasi ini difokuskan untuk menambah kapasitas listrik hingga lebih dari 100 GW.

Di mana 75% akan bersumber dari energi baru dan terbarukan, seperti energi panas bumi, tenaga air, dan nuklir.

Baca Juga: Proyek Terbengkalai Rp48 Miliar Disorot, Elektabilitas Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta 2024 Terguncang

Selain itu, rencana yang digagas lagi oleh Prabowo Subianto ini juga mencakup program baru, termasuk teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon.

Potensi Indonesia sebagai superpower dalam penyimpanan karbon pun diakui, mengingat kemampuan penyimpanan karbon yang tidak dimiliki banyak negara lain.

Proyek ini memberikan angin segar bagi sektor nuklir di Indonesia.

Baca Juga: Ternyata Reaktor Nuklir Pertama di Indonesia Telah Dibangun Sejak 1965, Ini Sosok Pendirinya

Saat ini Indonesia berkomitmen mencapai net Zero emission, sehingga nuklir menjadi bahan pertimbangan yang kuat untuk pembangkitan listrik dalam negeri.

Melihat kembali sejarahnya di tanah air Indonesia

Indonesia menjadi negara Asia Tenggara pertama yang memasuki era nuklir, ditandai dengan peresmian pengoperasian reaktor pertama oleh Presiden Soekarno di Bandung pada 28 Februari 1965.

Baca Juga: Mega Proyek Tenaga Nuklir Besutan Prabowo Subianto Bakal Digarap di Bangka Belitung?

Reaktor ini dinamakan reaktor TRIGA 2000. Selain itu, sumber daya manusia Indonesia juga bisa dikatakan tidak kalah dengan para ahli dari luar negeri.

Terbukti Pemuda Pemudi Indonesia mampu membangun reaktor dengan kapasitas 100 KW di Yogyakarta.

Reaktor ini dinamakan Kartini karya teknisi Indonesia. Demi menjaga eksistensi keilmuan dan riset, Indonesia juga membangun reaktor berkapasitas 30 MW.

Baca Juga: Lebih Tua dari Gen Z! Ini Reaktor Nuklir Kartini yang Dibangun RI di Yogyakarta, Kapasitas Capai 250 kW

Reaktor ini merupakan yang terbesar di Asia Tenggara reaktor serbaguna dengan nama G.A.Siwabessy ini masih beroperasi hingga sekarang.

Reaktor digunakan untuk keperluan dan produksi radio isotop maupun pengujian bahan material.

BRIN telah melakukan riset terkait reaktor nuklir

Saat ini, Badan Riset Intelijen Negara (BRIN) sendiri telah selesai melakukan desain small modular reaktor dengan nama peluit 40.

Reaktor modular berkapasitas 40 MW selain mampu menghasilkan energi listrik juga memiliki buangan uap panas yang bisa dimanfaatkan untuk produksi hidrogen.

Dengan pembangunan PLTN Indonesia berkesempatan besar untuk menulis sejarah kembali sebagai negara pertama di Asia Tenggara yang berani mewujudkan pembangunan PLTN demi mencapai Indonesia Emas 2045.

Dan sebagai upaya keluar dari middle income trap, masyarakat Indonesia tidak boleh terlalu takut bahkan anti terhadap nuclear tchnology.

Kepala pusat riset teknologi reaktor nuklir BRIN, Topan, melihat wajah teknologi nuklir di Indonesia saat ini sebenarnya sudah cukup aktif dengan tiga reaktor riset.

Di antara negara-negara berkembang Indonesia termasuk di antara negara yang sangat siap untuk memasuki tahap yang lebih lanjut dalam pembangunan PLTN karena pengalaman kita mengoperasikan tiga reaktor riset.

Bahkan sejak tahun 1960-an dan yang paling muda sudah mulai dioperasikan tahun 1987. Secara pengalaman tentu sudah besar.

Ia juga menyampaikan, dari 19 faktor kesiapan dalam pembangunan PLTN, Indonesia hanya 3 yang belum masuk.

Saat ini dorongan pembangunan PLTN menjadi kuat di antaranya karena climate change yang terus meningkat

Dan juga menargetkan target net Zero emission 2060, sehingga mendorong kembali indonesia untuk lebih memperhatikan lingkungan.

Indonesia dalam rencana Pembangunan Jangka panjangnya sudah menetapkan di range 2030-2034 akan memulai utilisasi penggunaan awal dari energi nuklir.

Pembangunan melibatkan banyak pihak

Program pembangunan PLTN di Indonesia ini tentunya akan melibatkan banyak pihak.

Salah satunya BRIN sebagai pusat inovasi riset dan inovasi nasional yang berperan untuk menjadi supporting technology organization.

Selain itu, BRIN juga dapat berfungsi jauh lebih lebih besar yakni untuk memastikan proyek PLTN ini bisa terdeliver seperti yang di direncanakan.

Dalam pembangunannya juga pasti memerlukan waktu untuk transfer teknologi dari pihak luar, untuk memungkinkan membangun teknologi itu di di Indonesia.

Setelah pembangunan proyek ini, tentu akan ada sumber listrik baru dan sumber listrik nuklir yang sudah masif dan murah sehingga ini menjadi bekal bagi pembangunan ke depan.

Kemudian pembangunan PLTN juga berdampak secara lingkungan, climate change terbantu karena porsi dari clean energy yang semakin besar.*** (Aliya Farras Prastina)

Rekomendasi