

InNalar.com Penyebab kemunduran Soeharto ternyata kirisi ekonomi dan sifatnya yang suka menantang menjadi alasan utama,
Kemarahan dan kekecewaan rakyat terhadap krisis ekonomi pada saat pemerintahan Soeharto sudah menjadi rahasia umum.
Tidak hanya krisis ekonomi tetapi bisnis keluarga Cendana dan kroni Soeharto menjadi sorotan utama masyarakat pada saat itu.
Guncangan krisis ekonomi dunia tidak hanya terjadi di Indonesia, negara Asia Korea Selatan dan Thailand juga mengalami, namun tidak selama Indonesia.
Melansir dari buku Biografi daripada Soeharto diungkapkan, sifat beliau yang keras kepala membuat namanya menjadi pembicaraan.
Dimana pada saat pemerintah digugat oleh banyak pihak akibat korupsi, kolusi, dan nepotisme, Soaharto malah memasukkan putri sulungnya dalam susunan kabinet.
Tidak hanya itu Soeharto memutuskan untuk pergi ke Kairo saat keadaan internal negara yang pada saat itu dalam keadaan tidak stabil dengan demonstrasi dimana-mana.
Kepergiannya itulah yang membuat masyarakat merasa Soeharto menantang mereka. PAda saat itu beliau berfikir bahwa kepergiannya ini tidak akan menimbulkan kudeta.
Selain itu Soeharto juga ingin menunjukkan bahwa ia masih bisa mengendalikan stabilitas nasional pada dunia International.
Baca Juga: Teka-teki Mati, Anak Soeharto Jadi Dalang Kasus Korupsi Bahkan Pembunuhan Hakim, Siapa Korbannya?
Sebagian pengamat mengatakan kepercayaan diri Soeharto ini karena adanya dukungan yang bulat dari pihak militer.
Namun kenyataannya ternyata tidak sesuai dengan keinginan beliau. Selama kepergiannya ke luar negeri, banyak peristiwa penting yang terjadi.
Hal ini mengantarkan Soeharto keluar dari kursi kekuasaan. Beliau mempersingkat kepergiannya ke luar negeri dan kembali lagi ke tanah air pada 15 Mei 1998.
Soeharto mencoba untuk memperbaiki semua, namun hal tersebut membuat masyarakat murka karena tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan.
Orang-orang kepercayaannya satu-persatu meninggalkan Soeharto bahkan meminta beliau untuk mundur dari kursi kekuasaan.
Hingga pada tanggal 21 Mei 1998 Soeharto membacakan kemunduran dirinya, dimana seharusnya beliau membacakan susunan Kabinet Reformasi.***