

inNalar.com – Kepulauan Talaud berada di sebelah utara Provinsi Sulawesi Utara. Daerah yang satu ini luas wilayahnya 1.251,02 kilo meter.
Lebih lanjut, Kepulauan Talaud memiliki 19 kecamatan, dengan Kecamatan Beo Utara yang menjadi daerah terluasnya dan Kecamatan Miangas sebagai daerah terkecilnya.
Letaknya yang berdekatan dengan Filipina, nampaknya telah memberikan peninggalan bersejarah khusus yang jika dioptimalkan tentu bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kepulauan Talaud.
Peninggalan sejarah yang dimaksud adalah tanaman serat abaka yang berasal dari pisang dan tumbuh di banyak lahan yang tersebar di Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara.
Sebenarnya serat abaka ini termasuk ke dalam spesies pisang yang sebenarnya hanya tumbuh di Filipina. Namun, karena kedekatan geografis wilayah dan juga memiliki hubungan sejarah khusus antara Filipina dan penduduk Kepulauan Talaud membuat tanaman ini juga bisa tumbuh di Indonesia.
Pada dasarnya, tanaman serat abaka sendiri memang dapat tumbuh di wilayah tropis manapun, sehingga Indonesia pun juga bisa membudidayakan tanaman berharga yang satu ini.
Mengapa tanaman yang satu ini sangat disorot oleh Pemkab Talaud dan didorong menjadi komoditas unggulan daerahnya?
Yaitu, karena serat abaka ini adalah jenis tanaman yang memiliki kualitas tinggi dan masuk dalam produk yang ‘serba bisa’.
Artinya, serat abaka ini bisa menjadi bahan baku utama industri tekstil, kertas yang dalam hal ini dijadikan sebagai bahan uang, dan juga industri otomotif.
Pada tahun 2012, Pemkab Kepulauan Talaud sudah menetapkan bahwa abaka menjadi salah satu produk unggulan daerahnya.
Nilai ekonomis yang ada pada tanaman ini sangatlah berharga bagi potensi ekonomi wilayah terluar di Sulawesi Utara yang satu ini, mengingat hasil serat abaka dapat diekspor ke negara Jepang untuk dijadikan sebagai bahan baku uang yen dan diekspor ke Amerika Serikat sebagai bahan baku uang dollar.
Adapun pusat daerah yang memiliki lahan serat abaka terluas di Kab Kep Talaud ini ada di kecamatan Essang, dengan lahan serat abakanya seluas 170,76 hektare, menurut data BPS 2018.
Apabila keseluruhan lahan tanaman berharga ini ditotal, maka potensi lahan produksi serat abaka di Kepulauan Talaud sendiri luasnya mencapai 321,19 hektare.
Namun, Pemkab Kepulauan Talaud nampaknya masih berjuang untuk mengangkat hasil komoditi berharga yang satu ini.
Melansir dari laman resmi ppid.bnpp.go.id, rupanya dari permintaan ekspor yang seharusnya sebesar 600.000 ton per tahun, baru bisa dipenuhi 90.000 ton per tahunnya.
Artinya, masih banyak peluang yang perlu dioptimalkan oleh Pemkab Kepulauan Talaud bersama Pemprov Sulawesi Utara.
Salah satunya adalah dengan mendukung fasilitas alat modern bagi para petani serat abaka agar pengelolaannya tak lagi tradisional dan bisa lebih maksimal kuantitas produksinya.
Mengingat serat abaka sangat dibutuhkan sebagai bahan baku utama uang dollar Amerika Serikat dan yen Jepang, tentu ini menjadi sorotan penting bagi Pemkab Kep Talaud untuk terus dicari strategi pengembangan budidaya tanaman ini agar terus berkembang.
Diketahui lahan Kepulauan Talaud untuk budidaya tanaman ini luasnya mencapai 5.100 hektare, tetapi yang baru digunakan hanya 300 hektare.
Diharapkan dengan adanya peralatan modern, banyak lahan yang bisa maksimalkan para penduduk yang membudidayakan serat abaka ini.
Pasalnya, potensi permintaan ekspor untuk tanaman yang satu ini sangat besar dan peluangnya terbuka untuk Indonesia, khususnya Kab Kepulauan Talaud sendiri.***