Kepemimpinan Puan Maharani di DPR RI Jadi Pujaan, Bahkan Disebut Warisi Nilai Juang RA Kartini


inNalar.com
– Hari Kartni 21 April 2022 dijadikan memontum oleh sebagian kalangan mengambil nilai-nilai perjuangan kaum wanita, salah satunya yaitu oleh seorang tokoh perempuan Dr. Ulfah Mawardi, M.Pd.

Menurut wanita yang juga aktif di Persyarikatan Muhammadiyah itu, DPR RI di bawah kepemimpinan Puan Maharani telah berhasil mengubah wajahnya yang dahulu hanya tajam pada fungsi monitoring saja.

Misalnya pada isu kelangkaan minyak goreng dan kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM), kini DPR RI juga tampak responsif pada isu-isu keadilan gender. Inilah yang menjadikan hari Kartini 21 April 2022 istimewa.

Baca Juga: 3 Film yang Cocok Ditonton saat Merayakan Hari Kartini 2022 di Rumah: Surat Cinta untuk Kartini

Dr. Ulfah Mawardi, M.Pd mengapresiasi Puan Maharani yang mampu mengambil peran strategis mengimplementasikan nilai-nilai perjuangan pahlawan nasional dari Jawa Tengah yang membela haknya itu.

Dikutip inNalar.com dari artikel Pikiran Rakyat berjudul “Implementasikan Nilai Juang Kartini, Kepemimpinan Puan Maharani di DPR Jadi Inspirasi” pada Rabu, 20 April 2022 Dr. Ulfah Mawardi, M.Pd menjelaskan.

Menurut Ulfah, dengan posisi Puan Maharani sebagai Ketua DPR maka nilai-nilai yang diperjuangkan Kartini seperti mendapatkan kesetaraan dalam hak pendidikan dan mendorong percaya diri perempuan dalam berkarir menjadi suatu keniscayaan.

Baca Juga: Inilah 4 Puisi Hari Kartini 2022 dengan Makna yang Menyentuh Hati dan Keren untuk Status di Media Sosial

“Leader tentang perjuangan-perjuangan itu sekarang melekat pada Ibu Puan Maharani, yang berkat posisinya telah simbol perlawanan atas praktik-praktik diskriminasi,” ungkapnya.

Sekjen Pimpinan Pusat Nasyiah Aisyiyah (Putri Muhammadiyah) 2012-2016 ini menjelaskan, adanya asumsi bahwa perempuan ujungnya jadi ibu rumah tangga saja kini semakin ternegasikan. Apalagi, sebelum posisi Ketua DPR yang dijabat Puan, sebelumnya juga sudah ada contoh dimana sosok perempuan menempati posisi sebagai presiden, yakni Megawati Soekarnoputri.

“Karena itu, di momentum kita menyambut Hari Kartini (21 April) tahun ini, perempuan tidak perlu ragu, karena sejatinya memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam mengejar mimpi dan cita-citanya, baik dalam konteks mengenyam pendidikan tinggi, meniti karir, hingga kesempatan di ruang politik serta jabatan publik,” ujar Ulfah.

Baca Juga: Kumpulan Background Tema Hari Kartini 2022 Gratis, Download Gambar Selamat Hari Kartini 21 April di Sini

Lebih lanjut, Ulfah mengatakan bahwa spirit Kartini untuk masa kini terimplementasikan dalam perempuan yang memiliki semangat juang tinggi, kepercayaan diri, dan yakin terhadap kemampuan yang dimilikinya. Spirit itulah yang menjadikan perempuan memiliki keinginan untuk memerdekakan dirinya, dan memiliki prinsip hidup yang kuat.

“Kehadiran Ibu Puan Maharani sebagai perempuan pertama yang menjadi ketua DPR memberikan contoh baik dan harapan kedepan bahwa jika perempuan diberikan kesempatan mengakses berbagai sumber daya dan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, maka perempuan memiliki potensi yang luar biasa dalam pembangunan,” ujar Ulfah.

Apalagi, kata Ulfah, dari sisi nilai keagamaan, khususnya di dalam ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW, dan tertera langsung dalam Alquran juga sangat tegas untuk dijadikan pijakan yang relevan dalam hak asasi perempuan (HAP), yakni untuk mengangkat martabatnya dan menjauhkannya dari praktik perlakuan diskriminatif.

Baca Juga: 20 Twibbon Gambar Ucapan Selamat Hari Kartini 21 April 2022, Cocok Dibagikan ke Media Sosial

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S al Hujurat ayat 13, yang artinya:

“Wahai manusia Kami ciptakan kamu dari lelaki dan perempuan dan Kami jadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa kepada-Nya,” (Q.S. al Hujurat, 13)

Ayat yang pernah disitir oleh Presiden Indonesia pertama, Ir Soekarno dalam pidato To Build the World A New dihadapan Sidang Umum PBB pada tanggal 30 September 1960 yang ‘mengguncang’ dunia itu akan selalu relevan untuk membangun kesadaran betapa dengan alasan apapun perempuan tidak berhak mendapatkan perlakuan yang diskriminatif.***(Native/Pikiran Rakyat)

Rekomendasi