

inNalar.com – Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) memprediksi jika tambang bawah tanah akan menjadi tren di masa depan.
Prediksi tersebut muncul lantaran Kementerian ESDM mencatat jika cadangan mineral di dekat permukaan tanah jumlahnya semakin sedikit.
Saat ini, pertambangan di Indonesia umumnya dilakukan secara terbuka karena cadangan mineral dapat ditemukan dekat dengan permukaan tanah.
Selain itu, pertambangan terbuka juga lebih mudah dilakukan dalam hal pembiayaan karena membutuhkan biaya yang lebih sedikit dibandingkan dengan pertambangan bawah tanah.
Meskipun begitu, Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Bidang Tata Kelola Minerba, Irwandy Arif, memprediksi jika pertambangan bawah tanah akan menjadi gaya baru di masa mendatang.
“Meski memiliki tantangan berupa biaya investasi yang relatif besar, teknologi yang semakin canggih, dan ketersediaan SDM, namun, memiliki peluang pengurangan risiko dampak lingkungan yang muncul lebih kecil dari tambang permukaan,” kata Irwandy sebagaimana dikutip dari laman web Kementerian ESDM.
Sejalan dengan yang sudah diungkapkan oleh Irwandy Arif, biaya yang dibutuhkan untuk membuka pertambangan bawah ini memang relatif tinggi.
Biaya modal/kapital dapat mencapai 3 hingga 4 kali lebih mahal dibandingkan dengan pertambangan terbuka.
Kemudian, biaya operasionalnya bisa menjadi dua kali lebih mahal dan biaya operasi bertambah lebih tinggi karena perlunya biaya tambahan untuk ventilasi, penyanggaan, dan sebagainya.
Akan tetapi, dibalik besarnya biaya tersebut, risiko yang akan ditimbulkan terhadap lingkungan akan menjadi semakin kecil.
Tidak hanya itu, dengan semakin majunya teknologi, biaya yang dibutuhkan untuk membangun tambang bawah tanah dapat ditekan dan dipangkas.
Selain itu, alasan lain kenapa tambang bawah tanah diprediksi menjadi tren adalah dengan semakin berkurangnya cadangan mineral di dekat permukaan tanah, maka pertambangan harus dilakukan dengan menggali lebih dalam yang kemudian akan menjadi semakin sulit karena terbatas oleh Stripping Ratio.
Potensi pertambangan bawah tanah, terutama batu bara, di Indonesia ini masih sangatlah besar.
Baru-baru ini, PT Sumber Daya Energi (SDE) baru saja meresmikan produksi pertama tambang bawah tanah dengan kapasitas produksi maksimum mencapai 20 juta ton baru bara per tahun.
PT Sumber Daya Energi (SDE) ini sendiri merupakan perusahaan pertambangan bawah tanah yang terafiliasi dengan Qinfa Group Ltd dan berada di Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Selain PT SDE, pertambangan bawah tanah juga ada di Banyuwangi, Jawa Timur dan dikelola oleh PT Bumi Suksesindo (BSI).
Berbeda dengan PT SDE, tambang bawah tanah milik PT BSI ini adalah pertambangan tembaga dan baru ditargetkan akan mulai berproduksi pada 2027 mendatang.***