

inNalar.com – K.H Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha menerangkan bahwa manusia seringkali melakukan prasangka atas takdirnya.
Dalam kamus Bahasa Arab kata takdir berasal dari qadara. Yang artinya menentukan suatu perkara atas kehendak-Nya.
Ketetapan atas takdir itu dikelompokkan menjadi dua dalam Islam, yakni Qada dan Qadar, terang Gus Baha.
Baca Juga: Gus Baha Akui Jarang Sholat Tarawih di Bulan Ramadhan: Itu Sunnah Para Nabi dan Ulama Terdahulu
Gus Baha menjelaskan bahwa mempercayai takdir Allah SWT hukumnya wajib dalam rukun iman. Pasalnya Qada dan Qadar termasuk dalam rukun iman yang keenam.
Pengertian Qada sendiri yaitu ketetapan Allah sejak zaman azali (masa di mana belum diciptakan alam semesta) sesuai dengan kehendak-Nya tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan makhluk.
Sedangkan Qadar adalah pewujudan dari Qada dalam kadar tertentu sesuai dengan ketetapan Allah SWT.
Baca Juga: Cindy Nirmala Terkejut Ikut Bukber Para Pencari Tuhan Jilid 16, Banyak Kejutan Tak Terduga
Qadar-nya Allah ini bisa disebut juga dengan takdir. Hubungan keduanya tidak dapat dipisahkan dan merupakan satu kesatuan.
Namun, kata Gus Baha, meski bersifat wajib alias siapa saja yang mempercayai akan mendapat pahala dan yang tidak mendapat dosa.
Sebagian umat Islam seringkali terjebak soal dua perkara tersebut. Parahnya hal itu menjadi sebuah dosa yang melebihi dari zina.
Banyak manusia salah dalam mengartikan sebuah takdir atau ketetapan Allah SWT. Hal ini menjadi blunder fatal dalam sebuah aqidah.
Gus Baha lantas mencotohkan persoalannya:
“Jiak Allah sudah tahu saya akan celaka, apa gunanya aku sholat.”
Kalimat tersebut menurut Gus Baha disebut sebagai sabdun nafsih atau prasangka seenaknya sendiri.
Baca Juga: Ledakan Kilang Minyak Pertamina di Dumai Riau Membuat Atap Sebuah Masjid Jadi Ambrol
Oleh sebab itu, K.H Ahmad Bahauddin Nursalim tersebut mengatakan untuk mempercai Qada dan Qadar harus memiliki pendirian kuat.
Maksudnya setiap manusia haru berkeyakinan tentang baik dan buruknya sebuah takdir adalah ketetapan dari Allah SWT.
Gus Baha pun menegaskan pentingnya syariat dalam kehidupan manusia, sehingga tidak mudah menafsirkan tentang takdir masing-masing.
“Barangsiapa menimpakan dosanya atas nama Tuhannya, maka dia lacut (kriminal) betul,” kata Gus Baha membacakan sebuah hadist.
“Yang zina kamu, Allah kan nggak ikut zina. Yang maling kamu, Allah tidak ikut maling. Trus kamu berkata ‘ini semua karena Allah’. Itu kriminal betul,” tegas Gus Baha.
Itulah dosa yang paling dilaknat dan dosanya melebihi zina, yakni melimpahkan dosa kepada Allah dengan alasan takdir.***