

inNalar.com – Tuan rumah SEA Games 2023, Kamboja, beberapa waktu terakhir mendapatkan banyak kritik dari masyarakat digital. Beberpa protokol yang dinilai tidak sesuai standar dipandang sebagai usaha tuan rumah yang tidak totalitas dalam menggarap acara tersebut.
Beberapa kasus remeh terjadi sejauh ini yang cukup mencoreng nama Kamboja di mata dunia. Anggaran Rp.2,9 T tidak dapat dialokasikan secara maksimal untuk pembekalan sumberdaya manusia dan juga pembangunan infrastruktur.
Mulai dari terbaliknya bendera Sang Saka Merah Putih ketika grand-opening, ruang ganti pemain yang hanya dilengkapi oelh kursi plastik, hingga penyerahan medali cabor jalan cepat putra 20 KM yang hanya dibantu oleh pencahayaan seadanya dari sorotan lampu mobil.
Baca Juga: Kenali Tanda-Tanda Depresi yang Menyebabkan Potensi Lonjakan Kasus Bunuh Diri Meroket
Walaupun ini merupakan event olahraga se-Asia Tenggara pertama yang digelar oleh tuan rumah, namun bencmark tertentu harus dimaksimalkan jika ingin mewujudkan impian predana negeri Hu Sen yaitu sebagai ajang popularitas di mata dunia.
Tentu rentetan kejadian miris ini akan selalu menjadi kenangan aneh bagi publik terutama atlet dan manajemen yang merasakan langsung di lapangan.
Berbicara tentang profesionalisme dalam bekerja, agama Islam juga mendorong setiap muslim agar melakukan suatu pekerjaan dengan semaksimal mungkin. Hal ini lantaran setiap pekerjaan akan mendapatkan ganjaran sesuai dengan tingkat kesulitannya.
Salah satu kaidah dalam Ushul Fiqh (Filsafat Hukum Islam) mengatakan bahwa:
“Sesuatuyang banyak aktifitasnya, maka banyak pula keutamaanya.”
Hal ini menandakan, jika kamboja berbuat dengan lebih maksimal, pasti warganet tidak berbondong-bondong menumpah-ruahkan kritik kepada mereka. Justru sebaliknya, potensi datangnya investor, turis mancanegara, dan kerjasama antarnegara akan lebih besar daripada yang dicita-citakan Perdana Menteri Hu Sen.
Senada dengan itu, Nabi Muhammad Shallahu `Alaihi wa sallam bersabda:
“Dari Aisyah RA sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila bekerja, mengerjakannya secara maksimal”
(HR. Thabrani, No: 891, Baihaqi, No: 334)
Tuntutan untuk melakukan hal secara totalitas bukan hanya urusan ibadah yang berhubungan dengan Sang Pencipta. Kualitas interaksi sesama manusia juga perlu dimaksimalkan untuk menjaga amanah lebih-lebih menjadi branding akan kejujuran dan etos kerja kita.
Tentu hal ini seperti tuntutan yang pernah disabdakan oleh nabi kita Shallahu Alaihi wa Sallam:
“Seseorang yang senantiasa berlaku jujur dan memelihara kejujuran, maka ia akan dicatat sebagai orang yang jujur di sisi Allah.”
(HR. Bukari, Muslim, Tirmidzi dan Ahmad ibn Hanbal).
Hendaknya kejadian Kamboja tersebut menjadi pelajaran bagi kita agar tidak menganggap suatu pekerjaan sebagai formalitas. Akan tetapi sebagai bahan unjuk kualitas hingga publik mengetahui bahwa kita menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan profesionalitas.***(Dadang Irsyam)