

inNalar.com – Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi yang ada di Pulau Sulawesi.
Di Sulawesi Tenggara sendiri terdapat sebuah pulau yang memiliki keindahan alamnya.
Pulau di Sulawesi Tenggara tersebut dikenal dengan nama Pulau Wawonii.
Pulau Wawonii memiliki luas 715 km². Sejak tahun 2013, wilayah ini resmi menjadi kabupaten baru, setelah sebelumnya merupakan wilayah Kabupaten Konawe.
Pulau ini menjadi salah satu destinasi wisata yang populer di Sulawesi Tenggara.
Namun, di pulau ini sempat terjadi konflik sosial antara komunitas lokal dengan suatu perusahaan.
Awalnya, konflik sosial tersebut merupakan konflik vertikal antara komunitas lokal dengan pihak perusahaan.
Namun, lama kelamaan permasalahan yang terjadi bukan hanya secara vertikal, tetapi juga secara horizontal antarsesama warga.
Permasalahan di Pulau Wawonii ini terjadi akibat aktivitas tambang yang dilakukan oleh PT Gema Kreasi Perdana (PT GKP).
Baca Juga: 90 Persen Utang ke China, Proyek Jembatan Rp740 Miliar di Kalimantan Barat Ternyata Molor, Benarkah?
Konflik yang terjadi antar sesama warga ini antara warga yang pro kegiatan pertambangan dan yang kontra.
Dilansir inNalar.com dari MKRI, kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh PT GKP di Pulau Wawonii ini tidak memenuhi syarat.
Kegiatan pertambangan oleh GKP di Pulau Wawonii ini secara nyata telah merugikan masyarakat sekitarnya secara sosial, ekonomi, dan lingkungan atau ekologis.
Selain mengganggu bahkan memporak poranda mata pencaharian sebagian warga, kegiatan eksplorasi pertambangan ini telah merusak keharmonisan dan kohesi sosial masyarakat setempat.
Dalam penyelesaian permasalahan tersebut, GKP telah berkontribusi dalam bentuk yang nyata dengan melakukan pemberdayaan masyarakat berupa pengembangan UMKM masyarakat.
Selain itu GKP juga mengadakan program makanan khusus pencegahan stunting di Area Lingkar Tambang dan banyak perbaikan infrastruktur desa.
Kegiatan pertambangan di pulau tersebut tetap dilakukan dan menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan.
Dampak yang terlihat diantaranya air sungai dan laut berubah warna, serta debu-debu mengganggu pemukiman dan kebun. Beragam satwa, seperti burung-burung sampai lebah yang dulu mudah ditemui kini sulit ditemui.
Hal tersebut tentunya sangat merugikan warga sekitar dimana pulau kecil ini seharusnya kelestariannya perlu dijaga, apalagi ada dampak perubahan iklim hingga bisa mengancam hidup masyarakat.***