

InNalar.com – Akhir-akhir ini Indonesia tengah mengalami kemarau yang berkepanjangan, hingga banyak yang mengalami kekeringan.
Hal tersebut juga dibuktikan dari satu waduk di Wonogiri yang airnya mulai surut.
Bahkan karena surutnya tersebut, sampai membuat rumah dan makam kuno di tempat penampungan air di Jawa Tengah itu sampai bermunculan kembali.
Baca Juga: Mengulik Sejarah Waduk Jatigede di Sumedang yang Kini Sedang Surut, Ternyata Dulunya Desa…
Sebenarnya tempat parkir air ini sudah berumur cukup tua, sebab bangunan tersebut telah ada sejak tahun 1976.
Adapun tempat penampungan air yang dimaksud adalah Waduk Gajah Mungkur.
Disebut sebagai Gajah Mungkur, sebab tempat parkir air ini di sisi baratnya terdapat Pegunungan dengan nama yang sama, yaitu Gajah Mungkur.
Menjadi tempat penampungan air, pasokan tersebut didapatnya dari sungai terpanjang di Jawa, yaitu Bengawan Solo beserta dari beberapa anak sungainya.
Dibangun sejak 1976, sebenarnya bendungan ini difungsikan bagi warga sekitar Jawa Tengah dalam mengatasi banjir, sekaligus kekeringan disaat musim kemarau tiba.
Saat pembangunan dilakukan, pemerintah membutuhkan anggaran sekitar US$ 111,056 juta, atau sekitar Rp 69,5 miliar pada jaman itu.
Meskipun, ternyata saat tahun 2023 dan tengah mengalami musim kemarau, air yang berada di dalamnya justru menjadi surut hingga muncul kembali rumah dan makam kuno.
Dilansir InNalar.com dari p2k.stekom.ac.id, selama pembangunan tempat parkir air ini berlangsung, diketahui terdapat 45 desa di daerah Wonogiri yang harus ditenggelamkan.
Sebab itulah beberapa waktu ini disaat tengah mengalami kemarau, isi di dalam tampungan air itu menjadi mulai bermunculan, salah satunya adalah desa Pondok.
Berdasarkan tayangan video Youtube MasDon Channel, saat musim kemarau berkepanjangan, desa itu muncul kembali dan justru dijadikan para warga untuk bertani.
Karena surutnya tersebut, bahkan dapat dilihat jembatan yang masih nampak kokoh, sumur yang masih berbentuk, dan jalanan yang jadi bisa dilalui dengan cara berjalan kaki.
Selain digunakan untuk bertani, ada pula warga yang memanfaatkannya untuk mencari ikan di sekitar waduk.
Pasalnya, justru saat kemarau berkepanjangan inilah hasil tangkapan ikan yang diperoleh dari bendungan Gajah Mungkur ini justru lebih banyak.
Sedangkan untuk di daerah Kelurahan Wuryantoro yang dulunya ditenggelamkan, pada sekitar wilayah tersebut malah muncul makam-makam kuno.
Bahkan jika ingin melihat makam itu, orang-orang dapat menyaksikannya menggunakan sepeda motor.
Sebab selama musim kemarau terjadi, air pada waduk Gajah Mungkur ini surut hingga mengering, dan terdapat bekas jalan yang dapat dilalui kendaraan bermotor.
Disebut makam kuno, sebab kuburan-kuburan tersebut masih menyisakan batu kijing, dengan tulisan nama dan tahun dimakamkannya.
Terdapat makam yang bertuliskan 1971, ada pula batu kijing yang bertuliskan aksara jawa dengan tahun 1951.
Ditambah ada pula beberapa makam orang PKI yang meninggal saat Indonesia mengalami tragedi G30SPKI di tahun 1965.***