Hukum Halal atau Haram Karmin, Pewarna Makanan yang Berasal Dari Serangga, Ini Kata Buya Yahya!

inNalar.com – Baru-baru ini beredar kabar Bahtsul Masail NU Jatim menyatakan bahwa minuman yogurt yang berbahan dasar Karmin hukumnya adalah haram dan najis.

Seperti yang diketahui bahwasanya Karmin merupakan pewarna makanan aman yang umum digunakan oleh industri pangan dan kosmetik yang dijual bebas di pasaran.

Namun halal dan haram Karmin masih dalam perbedaan pendapat, Buya Yahya mengulas mengenai hukum pewarna ini jika digunakan.

 Baca Juga: Bukan di Medan, Sumut Bangun Bandara Baru dengan Panjang Runway 1,600 Meter, Lokasinya…

Sebelum mengulik ulasan Buya Yahya, diketahui Karmin berasal dari serangga bernama Cochineal atau Cochinilla (Dactylopius coccus).

Kutu daun Karmin umumnya banyak ditemukan di wilayah Amerika Tengah dan Selatan, dan saat ini Peru merupakan penghasil Karmin terbesar di dunia dengan hasil 70 ton pertahun.

Pewarna Karmin memiliki warna merah atau merah muda, yang dilabeli untuk pembuatan makanan atau minuman dengan rasa strawberry.

Baca Juga: Ada Liftnya, Jembatan Ikonik Riau di Siak Indrapura Ini Telan Rp277 Miliar dan Panjangnya 1.196 M, Canggih?

Di industri pangan biasanya pewarna karmin ini banyak digunakan sebagai bahan dasar pembuatan seperti yogurt, minuman kemasan, permen, susu, es krim dan lain-lainnya.

Pewarna makanan karmin tentu saja tidak berbahaya, sebab sudah diteliti dan lolos uji kelayakan regulasi makanan internasional seperti FDA.

Namun sebagai umat muslim tentu saja ada kekhawatiran yang dirasakan mengenai hukum halal haram dari pewarna makanan karmin yang berbahan dasarnya adalah serangga.

Baca Juga: Dirumorkan Meninggal, Lil Tay Justru Rilis Lagu Baru Berjudul Sucker 4 Green, Kenapa Dicap Kontroversial?

Sehingga muncul beberapa perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum halal dan haram dari pewarna makanan karmin termasuk Buya Yahya.

Perbedaan ini muncul di kalangan para Bahtsul Masail NU Jatim yang menyatakan bahwa karmin hukumnya haram dan najis, sebab terbuat dari serangga atau ulat yang menjijikan.

Sedangkan menurut pendapat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat hukum karmin adalah halal, sebab berbahan dasar serangga yang hukum asalnya boleh dan halal.

Baca Juga: Alami Kenaikan, Pertamina Umumkan Harga BBM Non Subsidi per 1 Oktober 2023 di Wilayah Jawa Tengah

Dari perbedaan pendapat para ulama dan organisasi yang cukup besar dan dikenal oleh kalangan masyarakat Indonesia, lantas mana yang sebaiknya diikuti?

Buya Yahya memberikan respon dan menjawab terkait hukum halal dan haramnya pewarna makanan karmin.

Melalui channel YouTube Buya Yahya dijelaskan bahwasanya dalam memilih atau mengeluarkan sebuah fatwa diwajibkan untuk mengeluarkan diri dari kepentingan hawa nafsu pribadi.

Alasannya karena fatwa adalah hukum syariat yang nantinya akan dipertanggungjawabkan.

Adapun dalam pembahasan ini, yaitu tentang hukum halal atau haramnya pewarna makanan karmin perlu dilihat dari ilmu fiqih yang luas.

Menurut Mazhab Imam Syafi’i, seseorang yang dengan sengaja mengumpulkan bangkai dalam satu wadah untuk dikonsumsi meskipun hanya bangkai lalat maka hukumnya adalah haram.

Namun berbicara tentang hasyarot (binatang kecil melata dan serangga) jika dikembalikan pada perbedaan pendapat para ulama maka akan muncul banyak pandangan.

Seperti Mazhab Imam Syafi’i terhadap hasyarot ialah masih ditoleransi pada air yang terdapat bangkai hasyarot namun tidak ada toleransi bila dikonsumsi menjadi makanan.

Maka pendapat yang menyatakan bahwasanya karmin merupakan najis dan haram dikonsumsi yang merujuk pada pendapat Mazhab Imam Syafi’i adalah benar adanya.

Namun diperbolehkan juga jika ingin mengikuti pendapat atau fatwa lain yang berseberangan seperti fatwa MUI yang merujuk pada beberapa Mazhab Imam besar dunia.

Yang kebanyakan menyatakan bahwa bangkai hasyarot ialah halal dan tidak najis juga benar adanya.

Seperti pendapat khusus Mazhab Imam Maliki, hukum bangkai hasyarot ialah halal apabila ketika mengambilnya adalah dalam keadaan sengaja dimatikan.

Sehingga menurut Buya Yahya di antara dua pendapat atau fatwa di atas, sebaiknya ambil opsi ketiga yaitu tetap berhati-hati bila masih ada pilihan lain yang tidak memiliki bahan dasar Karmin.

Dalam artian tidak mengharamkan Karmin, hanya saja supaya keluar dari perbedaan pendapat yang masih diragukan oleh diri Anda sendiri guna mendapatkan ketenangan dan keamanan.

Maka dari itu meskipun ada perbedaan pendapat diantara para ulama yang Anda yakini, jangan sampai Anda memprovokasi masyarakat untuk menjatuhkan sebuah produk atau usaha.

Sebab meskipun ada yang berpendapat bahwa Karmin adalah haram, hukum haram ini masih bisa ditawar dengan merujuk pada pendapat mazhab lain yang menghalalkannya.

Tidak seperti hal-hal yang mutlak keharamannya seperti daging babi, riba, mengambil hak waris dan lain sebagainya.

Sehingga untuk menghindari pertikaian diantara perbedaan pendapat hukum halal atau haramnya Karmin ialah selagi masih ada pilihan produk lain tanpa Karmin maka ambil lah.

Dan jika memang sudah tidak ada lagi pilihan produk lain tanpa kandungan Karmin dan mengharuskan Anda menggunakan itu, maka ambil juga.***

Rekomendasi