

inNalar.com – Kabar membanggakan bagi kita sebagai rakyat Indonesia. Pasalnya, negeri kita dianugerahi berlimpah ‘harta karun’ tak benda.
‘Harta karun’ tak benda yang dimaksudkan di sini adalah bahasa daerah.
Ethnologue mengakui bahwa Indonesia adalah negara pemilik bahasa daerah terkaya kedua di dunia.
Baca Juga: Jengkol Bukan Cuma Bau, Ini Dia 6 Fakta Mengejutkan Tentang Si Raja Bau Sumatera Barat
Melansir dari Instagram Linguist Id, terungkap bahwa 10 persen dari total bahasa yang ada di dunia pemiliknya adalah negara kita.
Tuturan kedua kita amat bervariasi hingga mencakup 724 bahasa daerah.
Namun sebuah ironi yang sulit dielakkan, Ethnologue pun mengungkap setidaknya 24 bahasa daerah di Indonesia kini tidak lagi punya penuturnya.
Baca Juga: Getirnya Realitas Pendidikan di Papua: Guru Berkualifikasi Tinggi Sulit Bertahan Karena…
Tidak lagi milik penutur, itu berarti para penuturnya tercatat 0 (nol).
Kondisi tersebut hingga disebut sebagai tragedi terburuk bahasa di Indonesia, sejauh ini.
Negara yang paling disorot alias bahasa daerahnya terancam hilang mencakup Maluku, Papua, dan Papua Barat.
Baca Juga: 10 Provinsi Tersantai di Indonesia: Pemudanya Banyak yang Pengangguran, Bukan di Jawa Barat, Tapi…
Lebih lanjut, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, hingga Jawa Tengah pun turut dikhawatirkan.
Keseluruhan provinsi tersebut diungkap Ethnologue (2023) menjadi bahasa daerah yang telah punah.
Di antara bukti kepunahannya adalah apa yang terjadi pada Provinsi Maluku.
Baca Juga: Kualitas Pendidikan di Papua Rendah: Lebih dari 50 Persen Kelas Rusak Bahkan Gak Punya Toilet
Setidaknya 12 bahasa daerah provinsi tersebut masuk dalam daftar ‘harta karun’ tak benda yang telah punah di Indonesia.
Di antaranya seperti Hoti; Hukumina; Hulung; Kamarian; Kayeli; Loun; Moksela; Naka’ela; Nila; Nusa Laut; Serua; dan Te’un.
Keseluruh bahasa tersebut bukanlah satu-satunya bukti kepunahan tuturan tradisional negara kita.
Lima bahasa di Papua seperti Awere, Mapia, Onin Pidgin, Saponi, hingga Tandia pun juga sama kasusnya dengan bahasa daerah Maluku sebelumnya.
Ada pula tiga bahasa dari Papua Barat turut masuk dalam daftar kepunahan seperti Duriankere, Dusner, dan Iha Pidgin.
Baca Juga: Terbelit Tunggakan Rp41 Miliar, Pabrik Kertas Tertua di Jawa Timur Ini Resmi Bangkrut
Selain itu, bahasa daerah dari Maluku Utara, yakni Ternateno hingga Ponosakan dari Sulawesi Utara juga turut mengekor permasalahan tersebut.
Tambora dari Nusa Tenggara Barat hingga Javindo milik penutur Jawa Tengah pun masuk dalam daftar bahasa yang punah.
Kebiasaan migrasi massal digadang menjadi salah satu penyebabnya.
Baca Juga: Berdiri Sejak 1994, Pabrik Sepatu Raksasa di Jawa Barat Ini Chaos Gegara Terlilit Utang Miliaran
Globalisasi dan modernisasi pun memainkan peranan penting dalam mengangkat bahasa-bahasa besar dan berpotensi meminggirkan bahasa daerah yang notabene bukan bahasa prioritas bagi kebanyakan orang.
Sinergi dan perhatian lebih dari Pemerintah Pusat dan Daerah menjadi kunci kesuksesan revitalisasi bahasa dapat menyelamatkan kepunahan.***