Hari Kartini 21 April, Menelisik Geliat Pendidikan Khusus Wanita yang Digaungkan Raden Ajeng Kartini

inNalar.com – R.A. Kartini merupakan salah tokoh yang ikut berjuang dalam dunia Pendidikan di Indonesia. Latar belakang perjuangan beliau adalah melihat kepincangan dalam masyarakatnya serta perlakuan yang tidak adil terhadap kaum wanita Bumiputera.

Dalam hatinya hidup suatu keinginan akan bebas, berdiri sendiri, dan membebaskan gadis-gadis Indonesia lainnya dari ikatan adat kebiasaan. 

Gerakan emansipasi mulai dikumandangkan oleh Raden Ajeng Kartini melalui tulisan-tulisanya, khususnya dalam korespondensinya dengan sahabat karibnya, Nyonya Abendanon.

Baca Juga: Doa Sholat Dhuha, Amalan di Tengah-Tengah Kesibukan Kerja: Alirkan Pahala Berlimpah pada Bulan Ramadhan 2022

Pada masa itu (abad ke-18) wanita masih terkekang pada pola kehidupan keluarga yang  digariskan menurut tradisi, kedudukan orang tua terhadap putera-puterinya. Serta ketaatan dan kepatuhan pada adat yang mengatur segala macam hubungan sosial baik dengan keluarga dan lingkungan luar. 

Sebagai puteri Priyayi Jawa, R.A Kartini memiliki kesempatan untuk bersekolah dan bergaul dengan anak-anak bangsa Eropa. Inilah yang kemudian membuka matanya akan dunia luar.

Pada 25 Januari 1903 Mr. JH Abendanon berkunjung ke Jepara terkait tentang adanya kemungkinan didirikanya Sekolah Wanita Bumiputera.

Kartini sendiri sempat berdiskusi denganya dan menggemukakan gagasanya mengenai pendirian Sekolah Wanita Bumiputera.

Baca Juga: Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 25 Ditutup, Segera Cek Hasilnya Melalui 3 Cara Berikut

Gagasan Kartini ini juga mendapat dukungan dari sang ayah (Sastroningrat). Bahkan ayahnya setuju Kartini menempuh pendidikan guru.

Akan tetapi ketika rencana mendirikan sekolah ini hampir terwujud, ayahnya sakit parah. Selain itu, beberapa bupati lain justru menolak pendirian sekolah untuk wanita ini.

Pada permulaanya syarat masuk sekolah-sekolah rendah Barat dilakukan secara selektif. Seleksi ini didasarkan pada jabatan, asal keturunan, kekayaan, atau pendidikan orang tua.

Bagi Kartini, perempuan memiliki peran yang amat penting dalam membentuk peradaban. Dari merekalah akan lahir generasi yang kelak mengemban amanah untuk melanjutkan perjuangan orang tuanya.

Baca Juga: Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 25 Ditutup, Segera Cek Hasilnya Melalui 3 Cara Berikut

Awalnya Kartini bersikeras ingin pergi ke Belanda untuk melanjutkan pendidikanya. Keinginanya ini didorong adanya hasrat untuk dapat pergi sejauh-jauhnya dan berjalan dengan bebas tanpa adanya aturan adat yang mengungkung.

Akan tetapi setelah ayahnya sakit keras keinginan ini dipendamnya, ia memilih untuk pergi ke Batavia.

Keinginanya untuk belajar ke Batavia pun pupus sebab ia harus menjalani masa pingitan. Setelah menikah Kartini membuka sekolah di pendopo kadipaten Rembang.

Sekolah ini diadakan untuk mendidik anak-anak perempuan pribumi pada tahun 1903. Dalam mengajar Kartini dibantu oleh Roekmini dan Kardinah (saudari Kartini).

Baca Juga: Nuzulul Quran 2022, Ini Deretan Keistimewaan yang Terjadi saat Al-Quran Diturunkan ke Bumi

Melalui surat yang ditujukan kepada Nyonya Abendanon pada tanggal 4 Juli 1903, ia menceritakan keberhasilanya dalam mewujudkan cita-citanya untuk mendirikan sekolah.

Murid pertama Kartini ialah anak perempuan pegawai negeri kemudian anak collecteur dan anak asisten collecteur. Anak-anak datang empat kali dalam seminggu mulai pukul delapan hingga setengah satu siang.

Mereka belajar menulis, membaca, menjahit, merenda, memasak, dan sebagainya. Bahasa yang digunakan sebagai pengantar ataupun pergaulan antar siswi ialah Bahasa Jawa Kromo. 

Gagasan Kartini yang tertuang dalam Door duisternis tot licht untuk mendirikan sekolah bagi perempuan di Jawa telah mengetuk hati Mr.  C. Th. Van Deventer, tokoh politik etis yang pernah bekerja di Hindia Belanda.

Baca Juga: Kenali 10 Jenis Kurma yang Ada di Pasaran, Pilihlah sebagai Pelengkap Takjil Buka Puasa Ramadhan 2022!

Selanjutnya atas anjuran Abendanon pada 27 Juni 1913 di kota Greavenhage didirikan komite “Dana Kartini” yang diketuai oleh Van Deventer.

Pencetus ide “Dana Kartini” tak lain merupakan sahabat pena Kartini, Hilda de Booy-Boissevain.

Dari hasil dana inilah akhirnya pada tanggal 15 September 1913 dibuka Sekolah Kartini di Jomblang, Semarang Selatan yang diresmikan oleh Residen Semarang.

Setelah itu, disusul pendirian Sekolah Kartini di Batavia (1913), Meester Cornelis (1913), Biutenzorg (1913), di Madiun (1914), Malang (1916), Pekalongan (1917), Cirebon (1916), dan Indramayu (1918). Sedangkan Sekolah Guru (Kweekschool) untuk guru-guru perempuan didirikan di Salatiga pada 1918.

Pendirian sekolah ini dan memberinya nama Sekolah Kartini merupakan bentuk penghormatan kepada sosok R.A Kartini.***

Rekomendasi