Habiskan Rp2.000 Triliun, Megaproyek di Kalimantan Utara Ini Bakal Babat Hutan 30 Ribu Hektare

inNalar.com – Pembangunan Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI) Tanah Kuning di Kabupaten Bulungan terus berlangsung.

KIHI Tanah Kuning merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang memiliki target pengembangan seluas 30.000 hektare di Bulungan, Kalimantan Utara (Kaltara).

Megaproyek ini pun melibatkan investasi besar, yaitu hingga 132 miliar USD atau sekitar Rp 2.174 triliun.

Baca Juga: Meninjau Keuntungan dan Kerugian Ekonomi Indonesia di Era Prabowo Pasca Gabung BRICS

Lokasinya pun hanya berjarak 185 km dari Ibu Kota Nusantara (IKN). Ada tiga pengelola kawasan yang terlibat, yaitu PT. Kalimantan Industrial Park Indonesia (KIPI), PT. Indonesia Strategis Industri (ISI), dan PT. Kayan Patria Propertindo (KPP).

Pada tahap awal, lahan yang digunakan untuk pengembangan industri hijau di Kalimantan Utara luasnya mencakup 10.100 hektare, dengan pasokan listrik berasal dari PLTA Mentarang Induk (Malinau).

Saat ini tahap awal sedang dalam tahap persiapan konstruksi oleh konsorsium Indonesia dan Malaysia. Proyek ini mencakup pembangunan pabrik petrokimia yang diperkirakan menjadi yang terbesar di Indonesia, dengan kapasitas mencapai 4×16 juta ton per tahun.

Baca Juga: ALHAMDULILLAH! Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Barat Tahun 2025 Bakal Naik, Segini Nominal yang Diperoleh Buruh

Megaproyek kawasan industri di Kalimantan Utara ini telah memobilisasi alat kerja, alat berat, dan alat angkut, serta mematangkan area seluas 1.000 hektare.

Selanjutnya, akan dibangun smelter alumina dengan kapasitas tiga juta ton. Serta pabrik besi dan baja dengan kapasitas lima juta ton per tahun.

Produksi pertama dari smelter alumina dijadwalkan pada semester pertama 2025, dengan target awal sebesar 500 ribu ton per tahun, dan mencapai tiga juta ton pada tahap akhir.

Baca Juga: Bolak Balik Progres Seret, Jawa Barat Gagal Miliki Jalan Tol Terpanjang di Pulau Jawa: Panjang Menciut 81,35 KM

Selain itu, akan ada pembangunan pembangkit listrik tenaga uap berkapasitas 1.000 MW sebagai transisi energi menuju energi hijau. PLTA yang direncanakan akan menjadi sumber energi berasal dari Sungai Kayan dan Sungai Mentarang dengan total kapasitas 10.375 MW.

Selain itu, dua investor sedang mengajukan Program Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) di wilayah laut. Program ini untuk membangun fasilitas komersial, perdagangan, pelabuhan, pergudangan, dan properti.

Sebelumnya, pada 28 Februari 2023, Presiden RI Joko Widodo meninjau kemajuan Proyek Strategis Nasional (PSN) KIHI di Kalimantan Utara.

Baca Juga: Butuh Duit Triliunan, Pemerintah Gagas Proyek Mirip Terusan Panama dengan Membelah Pulau Sulawesi demi Hubungkan IKN ke Papua

Setelah peninjauan, Presiden Jokowi menyatakan bahwa kawasan tersebut merupakan Kawasan Industri Hijau terbesar di dunia.

KIHI diyakini dapat menjadi masa depan Indonesia dalam pengembangan industri energi hijau.

Ia percaya bahwa kawasan ini akan mampu menghasilkan produk-produk ramah lingkungan yang kompetitif, menjadi kekuatan bagi industri hijau tersebut.

Baca Juga: Air Terjun Sekar Langit, Tempat Wisata Penuh Legenda Tersembunyi di Magelang, Jawa Tengah

Di sisi lain, pada September 2023, Koalisi Masyarakat Sipil SETARA (Selamatkan Kalimantan Utara) bersama beberapa perwakilan warga yang terdampak mengadakan diskusi.

Diskusi ini untuk meluncurkan laporan berjudul “Kebohongan Hijau; Potret Ancaman Daya Rusak, Oligarki dan Keselamatan Rakyat pada Tapak Proyek Kawasan Industri Hijau Kalimantan Utara.”

Laporan ini dipublikasikan oleh NUGAL Institute for Social and Ecological Studies dan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur.

Temuan laporan ini menunjukkan bahwa di balik promosi megaproyek kawasan industri terbesar di dunia, terdapat pemalsuan dan penyelewengan informasi.

Penyelewengan ini mengancam keberlanjutan hidup masyarakat, termasuk kehilangan mata pencaharian dan berbagai modus perampasan tanah serta penggusuran.

Laporan ini menunjukkan kenyataan di lapangan, di mana proyek ini bukan hanya memerlukan lahan yang sangat luas, tetapi juga konsumsi air dan energi yang sangat besar.

Jumlah air yang dipakai dan air limbah yang ditinggalkan amat banyak begitu juga kebutuhan pasokan energinya. Industri ini akan tetap bersumber dari PLTU batu bara.

Berbeda dengan klaim sebelumnya yang menjual label hijau karena hanya akan menggunakan energi non fosil seperti PLTA.

PT. Adaro Group membangun PLTU kawasan, untuk menggerakkan kawasan industri hijau yang sedang dibangun konsorsium KIPI.

Pembangunan ini tentu tidak sejalan dengan agenda pemerintah yang rencananya akan mempensiunkan semua PLTU batu bara.

Faktanya, justru pemerintah Indonesia masih memberikan toleransi dan pengecualian bagi proyek PLTU batu bara.

Dalam laporan berjudul Kebohongan Hijau, terungkap bahwa total kebutuhan energi listrik yang akan digunakan mencapai 11.404 GWh per tahun, yang masih bergantung pada batu bara, terutama dari industri petrokimia dan baja.

Secara keseluruhan, proyek ini membutuhkan sekitar 27.620.000 ton batu bara setiap tahunnya.

Angka ini setara dengan produksi batu bara dari 37 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tersebar di provinsi Kalut saat ini.

Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan air bersih dan air baku, kawasan industri ini akan mengambil air dari Sungai Pindada dan Sungai Mangkupadi Tawar. Kemudian juga diambil dari Sungai Kayan Bulungan.

Laporan ini mengungkap bagaimana kekuatan politik, hukum, dan bisnis bekerja sama untuk memperlancar megaproyek ambisius ini.

Sepanjang tahun 2023, ditemukan juga delapan modus lain yang digunakan untuk memuluskan perampasan tanah dan ruang hidup masyarakat.

Melalui laporan ini, koalisi SETARA dan beberapa perwakilan warga yang terdampak mendesak agar proyek yang mencemari ini dibatalkan.

Kemudian diharapkan masyarakat dapat menyerukan kepada badan-badan otoritas domestik dan internasional untuk melakukan evaluasi dan audit menyeluruh.*** (Aliya Farras Prastina)

Rekomendasi