

inNalar.com – Habib Husein Ja’far Al-Hadar atau yang biasa dikenal dengan sebutan Habib Ja’far, pada salah satu kanal YouTubenya, ia membahas tentang satu sikap yang cukup populer di tengah kaum milenial saat ini, namanya ialah schadenfreude.
Menurut Habib Ja’far, kepopuleran sikap schadenfreude ini dipicu oleh semakin derasnya arus informasi yang bertebaran di media sosial akhir-akhir ini, sehingga siapapun dan dimanapun seseorang berada, disinyalir orang-orang dari seluruh dunia pun pernah memiliki sifat ini.
Bahkan, Habib Ja’far pun menyebutkan bahwa istilah yang senada dengan sikap schadenfreude ini, juga terdapat pada beberapa bahasa lain, seperti bahasa Jepang, Perancis, Belanda, Mandarin, Rusia, India, Arab, dan Indonesia.
“… Dan di Indonesia kita mengenalnya (dengan) senang melihat orang lain susah. Bahkan lebih lengkap susah melihat orang lain senang, yang dalam bahasa Arab dan doktrin Islam dikenal dengan (istilah) hasud,” ungkap Habib Ja’far.
Perlu diketahui sebelumnya bahwa schadenfreude ini berasal dari dua suku kata dalam bahasa Jerman, yaitu schaden (kemalangan) dan freude (suka cita).
Dengan demikian, berdasarkan beberapa pengertian istilah schadenfreude yang dipaparkan oleh Habib Ja’far, dapat dipahami bahwa makna inti dari sikap ini adalah ketika seseorang merasakan kebahagiaan saat melihat orang lain sedang kesusahan.
Hal yang menarik adalah mengapa kata yang mengandung makna positif disandingkan dengan kata yang bermakna negatif. Bukankah keduanya menjadi satu hal yang paradoks?
Sikap schadenfreude ini, menurut Habib Ja’far, dianggap sebagai fenomena yang ada di berbagai budaya dan telah diteliti oleh para psikolog selama bertahun-tahun.
Salah satu fakta menarik yang diungkap oleh Habib Ja’far terkait sifat hasud ini adalah seringkali media informasi seperti majalah, televisi, dan portal berita online yang menayangkan gossip tentang kemalangan orang lain justru laku keras di tengah masyarakat.
Baca Juga: Khutbah Jumat Singkat dengan Tema Bersenang Senang dalam Pandangan Islam
Lalu, bagaimana Islam memandang fenomena ini dan apa yang harus dilakukan seorang muslim agar terhindar dari sikap ini?
Menurut Habib Ja’far, sikap semacam ini pun dijelaskan dalam Islam bahwa schadenfreude atau dalam istilah bahasa Arab dan perspektif Islamnya disebut dengan hasud.
Habib Ja’far menjelaskan bahwa apabila seorang muslim memiliki sifat schadenfreude alias hasud di dalam dirinya, maka dalam Islam orang semacam ini termasuk ke dalam orang munafik.
Lebih lanjut, Habib Ja’far menekankan bahwa Islam mengajarkan seorang muslim untuk tidak bersikap schadenfreude alias hasud.
Artinya, muslim yang baik itu adalah dia yang memiliki jiwa simpati dan empati di dalam kehidupan sosialnya.
Lebih dalam maknanya daripada itu, seharusnya seorang muslim juga berusaha memberikan bantuan semampunya agar kesulitan yang ada pada orang lain segera menghilang.
Sebaliknya, ketika seorang muslim mendengar kabar bahagia yang datang dari orang lain, turut baginya untuk ikut merayakan momen kebahagiaannya, begitulah Islam mengajarkan kita bagaimana menjadi muslim yang baik sebagai mahluk sosial.
Terdapat kisah yang perlu kita teladani dari rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu tatkala ia baru melaksanakan shalat Idul Fitri.
Di sepanjang perjalanan pulangnya, rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat banyak anak-anak sedang berkumpul dan bermain dengan riang gembira.
Baca Juga: Khutbah Idul Fitri 2022 Tema Allah Maha Tahu, Menggetarkan Hati dan Membuat Jamaah Menangis Sedih
Namun, di sudut lainnya, rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang gadis kecil tengah duduk dengan linangan air matanya yang begitu deras.
Pakaian yang dikenakan gadis kecil saat hari raya itu pun tampak lusuh dan tanpa terlihat kehadiran orang tua di sisinya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memutuskan untuk menghampirinya dan bertanya lebih dalam tentang kondisinya yang ternyata gadis kecil itu baru saja kehilangan ayahandanya.
Baca Juga: Ustadz Adi Hidayat Beberkan 5 Cara Hidup Tenang dan Bahagia dengan Mudah Menurut Islam
Setelah itu, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memutuskan untuk mengangkat gadis kecil tersebut sebagai anaknya.
Betapa indahnya keharmonisan seluruh umat manusia, apabila kita semua bisa meneladani kelembutan dan kebijaksanaan rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Habib Ja’far menyarankan kepada setiap umat muslim, agar ikut mengkampanyekan sikap simpati dan empati di tengah derasnya arus informasi seperti sekarang ini.
Baca Juga: Keutamaan Puasa Syawal Bagi Seorang Muslim, Buya Yahya: Sebanyak Ini Pahalanya Kata Nabi
Tentu saja, kita sendiri adalah orang pertama yang diharapkan dapat menerapkan kedua sikap tersebut dan menghindari sifat hasud.***