

inNalar.com – Saat pengendara bergembira merasakan lintasan Jalan Tol Pekanbaru-Bangkinang yang gratis, siapa sangka ada pedagang UMKM tengah berjuang mati-matian mempertahankan usahanya.
Meski segelintir yang merasakan, Pedagang UMKM ini nyatanya berjuang keluar dari ancaman pailit setelah proyek jalan Tol di Pekanbaru, Riau ini dioperasikan pada masa awal peresmiannya.
Realita tersebut diungkap dalam Journal Economy And Currency Study, tidak lama berselang ruas tol diresmikan pada Januari 2023.
Baca Juga: Telan Anggaran Sebesar Rp13 Triliun, Ruas Tol Cikopo Palimanan Dijuluki ‘Jalan Kematian’, Kok Bisa?
Pedagang UMKM Lapek Bugih yang tokonya berada di dekat salah satu Gerbang Tol Riau ini adalah salah satu contohnya.
Pada awal pengoperasian lintasan Jalan Tol Pekanbaru-Bangkinang ini masih gratis, justru Pedagang UMKM Lapek Bugih ini nyaris pailit.
Ketika lintasan tol belum dibangun, ia mampu menjual 100 box lapek bugih perharinya.
Namun usai jalan bebas hambatan sepanjang 40 kilometer beroperasi dekat lokasi jualan mereka, hasil penjualan menurun setengahnya.
Alhasil, pedagang tersebut hanya mampu menjual 40 hingga 50 box lapek bugih.
“Saat jalan Tol Bangkinang-Pekanbaru gratis, pendapatan hilang hampir 80% dari sebelum adanya jalan tol,” dikutip dari penelitian tersebut.
Pedagang UMKM Lopek Bugih ini pun merasakan guncangan usai jalan tol di Pekanbaru, Riau ini beroperasi.
Omzet pendapatan turun hingga menyusut 80 persen, mirisnya saat para pelintas tol sedang merasakan gratisnya jalan baru tersebut.
Saat Jalan Tol Pekanbaru-Bangkinang mulai diberlakukan tarif normal, pendapatan Pedagang UMKM ini pun menyusut hingga 50 persen.
Imbas lanjutannya adalah dengan terpaksa sang penjual Lapek Bugih harus merampingkan jumlah karyawannya.
Sebagai upaya keluar dari masa kritis yang membuatnya hampir pailit, Pedagang UMKM yang satu ini harus mengurangi 2 dari 4 karyawannya.
Begitu pula yang dirasakan oleh seorang Pedagang Martabak Mesir yang usahanya berada di dekat salah satu gerbang tol di Desa Sungai Pinang.
Keberadaan Jalan Tol Pekanbaru-Bangkinang telah memberikan perubahan efek bagi tingkat pendapatannya.
Apabila sebelumnya pendapatan yang diraih bisa menembus Rp8 juta lebih setiap bulannya.
Maka setelah adanya infrastruktur tersebut, penghasilannya mentok di Rp6 juta-an saja.
Apabila melihat kondisi secara meluas, pada saat itu memang tampak beberapa usaha akhirnya lebih memilih pindah tempat alias relokasi.
Relokasi usaha dipilih demi menyelamatkan usaha mereka di Desa Palung Raya dari ancaman pailit.
Namun pada sisi lainnya, pada dasarnya masyarakat setempat sudah memahami pentingnya pembangunan jalan tol bagi pembangunan Riau.
Tidak dipungkiri bahwa semakin lancarnya mobilitas masyarakat berkat proyek ini pun tetap dirasakan manfaatnya.
Sehingga manisnya dari kesabaran tersebut, tidak didapati konflik pelik antara Pedagang UMKM dan pihak pembangun Jalan Tol Pekanbaru-Bangkinang di Riau ini.
Demikian sedikit sisi lain dari segelintir sudut pandang pembangunan infrastruktur jalan ruas Trans Sumatra.
Sebagai informasi tambahan, Proyek Jalan Tol Pekanbaru-Bangkinang ini pembangunannya menyedot biaya investasi sebesar Rp4,83 triliun.***