Gonjang-ganjing Megaproyek Jalan Tol Rp9,8 T di Padang, Sumatera Barat: ‘Nabrak’ Tanah Pusaka hingga Proyek Geser Memanjang


inNalar.com –
Megaproyek Jalan Tol Padang-Pekanbaru di Sumatera Barat ini sempat bikin panas dingin banyak pihak.

Meski pembangunan jalan tol di Sumatera Barat pada dasarnya penuh support dari masyarakat, tetap saja kendala mewarnai progres seksi Padang-Sicincin.

Tidak jauh dari urusan pembebasan lahan, namun banyak permasalahan unik yang sempat bikin progres pembangunan seret tiga tahun lamanya.

Baca Juga: Bayar Mahal Rp78,09 Triliun, Inilah Alasan Pemerintah RI Ambis Gaet Jepang Demi Megaproyek Jalan Tol Padang-Pekanbaru

Kendala pembebasan lahan yang terjadi pada Megaproyek Jalan Tol terkhusus di Padang-Sicincin, Sumatera Barat ini terbilang unik.

Pasalnya tekanan internal dan eksternal yang menghambat progres Jalan Tol di Sumatera Barat ini seolah menuntut Kementerian PUPR menjadi bijak dan solutif demi menyenangkan banyak pihak.

Bukan persoalan siapa yang benar dan salah, karena permasalahan yang mengiringi pembangunan ini pun muaranya demi kebaikan masyarakat dan negara.

Baca Juga: Menelan Dana Rp16,21 triliun, Jalan Tol di Riau Ini Dilengkapi Dengan Terowongan Gajah yang Didesain Khusus

Pada satu sisi, Pemerintah RI dipatok target penyelesaian proyek demi penuhi perjanjian kontrak pinjaman dana dari Pemerintah Jepang.

Lebih terangnya, Japan International Cooperation Agency (JICA) memberikan pinjaman dana sebesar Rp9,1 triliun guna membangun 40 kilometer jalan bebas hambatan ini.

Pemerintah Jepang melalui JICA memberi waktu pengerjaan proyek Jalan Tol Padang-Pekanbaru trase ini lima tahun terhitung sejak tahun 2018 hingga 2023.

Baca Juga: Menyusuri Tol Pekanbaru Dumai, Pengendara Bisa Melewati Ruas Ini Dengan Panorama Satwa yang Unik: Tidak Ada di Tempat Lain!

Namun yang bikin panas dingin Pemerintah RI, kendala pembebasan lahan Megaproyek Jalan Tol Padang-Sicincin di Sumatera Barat ini tersendat selama tiga tahun.

Lantas, tantangan macam apa yang mewarnai nego alotnya pembebasan lahan?

Kendala Proyek Jalan Tol Padang-Sicincin di Sumatera Barat ini bermula dari adanya ketidakpuasan nilai ganti rugi tanah masyarakat Nagari Kasang.

Baca Juga: Healing Mudik Lewat Trans Sumatra, 2 Jalan Tol Panoramik di Sumatera Utara Ini Punya Panorama Eksotis Penyegar Mata Loh

Apa yang diupayakan Nagari Kasang tidak membuahkan hasil lantaran Pengadilan Negeri Pariaman tidak mengabulkan pengajuan gugatan nilai ganti rugi lahan.

Usai hasil Putusan Pengadilan Nomor 32Pdt.G/2018/PN, masyarakat terdampak kembali menyampaikan aspirasi di Kantor Gubernur Sumatera Barat tepat setahun setelah hasil tersebut terbit.

Hasil putusan pengadilan yang absolut ini pada akhirnya membuat permasalahan ini dianggap berakhir.

Pembangunan trase sepanjang 4,2 kilometer yang melalui tanah nagari yang terdampak pun tidak terhindarkan.

Permasalahan lahan pun berlanjut lagi di trase selanjutnya, pembangunan jalan tol Padang-Sicincin sepanjang 32,4 kilometer pun juga menemukan masalah lain.

Terdapat 3 dari 15 nagari terdampak proyek yang mengajukan penolakan trase jalan tol.

Alasannya pun logis, yakni karena lahan yang terbabat oleh megaproyek jalan tol di Sumatera Barat ini adalah lahan produktif masyarakat.

Selain itu, terdapat pula tanah pusaka atau warisan lahan turun-temurun secara adat pun masuk di dalamnya.

Ketiga daerah yang mengajukan protes adalah Nagari Sungai Abang, Sicincin, dan Lubuk Alung.

Pada dasarnya keseluruh nagari tersebut bukannya menolak pembangunan jalan tol yang akan memberikan kemajuan bagi hidup mereka.

Namun aspirasi dari masyarakat lebih mengarah kepada agar pembangunan proyek lebih mengutamakan lahan tidur ketimbang tanah yang telah menjadi tumpuan hidup mereka sejak lama.

Melihat ramai dan larutnya permasalahan, pada akhirnya solusi dari penyelesaian masalah ini adalah menggeser trase pembangunan Jalan Tol Padang-Sicincin.

“Gubernur Sumbar mengambil kebijakan dengan mengalihkan trase jalan tol Padang Pekanbaru,” dikutip dari penelitian sejumlah mahasiswa Universitas Andalas yang dipublikasikan pada tahun 2021.

Alhasil, penerapan solusi relokasi proyek pun berujung adanya perubahan panjang trase yang semakin memanjang.

Apabila tadinya Jalan Tol Padang-Sicincin akan membentang sepanjang 31 kilometer.

Demi menghindari lahan produktif milik para penduduk nagari Sumatera Barat, panjang trase berubah menjadi 36,16 kilometer.

Usai relokasi, permasalahan masih berlanjut dengan keganjalan adanya tanah pusaka yang diwariskan secara turun-temurun.

Sejumlah nagari menolak lahannya diukur karena, menurut warga, tanah tersebut tidak ternilai harganya.

Adapun Korong Pincuran Tujuh, Kapalo Hilalang, dan Parit Malintang akhirnya bernegosiasi alot dengan PT Hutama Karya.

Pada akhirnya solusi yang diterapkan pun berbentuk sewa lahan, hingga akhirnya dua nagari di antaranya mulai melonggar.

Hingga saat ini pembangunan jalan tol senilai Rp9,8 triliun terus dikerjakan seiring dengan kendala satu per satu diselesaikan.

Inilah sedikit dinamika yang mewarnai perjalanan panjang pembangunan infrastruktur di Sumatera Barat.***

Rekomendasi