

inNalar.com – Pada umumnya sebuah kampung biasanya ditempati oleh belasan atau puluhan kepala keluarga.
Tapi hal tersebut tidak berlaku pada Kampung Pitu yang berada di Gunungkidul, Yogyakarta.
Dikarenakan adanya sebuah mitos kuat tentang benda pusaka yang terdapat di desa keramat ini, pedesaan sakral di pelosok Gunungkidul ini akhirnya hanya dihuni oleh 7 kepala keluarga (KK) saja.
Baca Juga: Bikin Minder Dunia, Tiga Negara Asia Pilih Numpang Hidup di Pulau Terbesar ke-2 di Indonesia
Asal-usul daerah ini dimulai dari ditemukannya sebuah Pohon Kinah Gadung Wulung.
Kala itu, pihak Keraton Yogyakarta menemukan pohon tersebut di dalam area Kampung Pitu Gunungkidul.
Rupanya, di dalam pohon tersebut terdapat sebuah benda pusaka sakti yang memiliki kekuatan sangat besar.
Baca Juga: Berada di Perbatasan RI-Timor Leste, Kampung Terpencil NTT Ini 79 Tahun Belum Merdeka Air
Pihak Keraton meminta seseorang yang bernama Eyang Iro Kromo untuk menjaga benda keramat tersebut dengan imbalannya, yaitu si penjaga akan diberikan sebuah kawasan yang bisa ditinggali oleh beberapa generasi penerusnya.
Tugas menjaga benda pusaka tersebut diturunkan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya oleh keluarga Eyang Iro Kromo.
Kabar mengenai keberadaan benda yang dianggap sakti dan suci tersebut lambat laun mulai tersebar luas hingga membuat banyak orang-orang sakti turut ingin menetap di daerah pelosok Gunungkidul tersebut.
Namun ternyata orang-orang yang datang dan memilih tinggal di kampung keramat tersebut, secara tiba-tiba terkena kesialan hingga akhirnya menyisakan 7 keluarga saja.
Ketujuh keluarga ini dianggap sebagai keturunan asli dari Eyang Iro Kromo oleh pihak Keraton Yogyakarta.
Hingga akhirnya terbentuk sebuah adat istiadat yang mengatur jumlah kepala keluarga yang boleh menetap di Kampung Pitu, yaitu 7 keluarga saja.
Baca Juga: Dawet Sambal, Kuliner Unik dan Langka dari Kulon Progo, Yogyakarta: Wajib Coba!
Meskipun kini keberadaan benda pusaka tersebut tidak diketahui. Masyarakat masih percaya bahwa adat istiadat tersebut harus tetap dipatuhi.
Aturan adat tersebut apabila dilanggar akan mendatangkan musibah kepada salah satu keluarga di kampung daerah Gunungkidul tersebut.
Jadi apabila seseorang dari pihak salah satu keluarga ingin menetap sebagai kepala keluarga baru, orang tersebut diharuskan bisa memenuhi syarat-syarat tertentu.
Di samping keunikan tersebut kawasan keramat yang berada di Gunungkidul ini juga memiliki pemandangan alam yang menakjubkan.
Selain karena terletak di kawasan pegunungan, sedikitnya jumlah manusia yang meninggali tempat ini membuat kondisi alamnya menjadi masih sangat asri
Kehidupan warga Kampung Pitu juga sangatlah sederhana, mereka mengandalkan pertanian sebagai sumber penghasilan utama.
Selain aturan adat mengenai jumlah keluarga, warga di kawasan ini juga memiliki beberapa budaya dan ritual yang masih terjaga hingga kini.
Pertama yaitu tingalan, ini merupakan perayaan ulang tahun warga yang dianggap sebagai sesepuh sebagai bentuk penghormatan.
Kedua adalah tayub, yaitu kesenian tari yang biasanya dipertunjukkan dalam sebuah acara.
Dan yang terakhir adalah rasulan, yaitu tradisi yang dilakukan sebagai ungkapan syukur atas hasil panen juga menjadi bagian penting dari kehidupan mereka.***