
inNalar.com – Dari tambang emas, kini disulap menjadi hutan lumut hijau. Emiten PT Freeport Indonesia (PTFI) yang ada di Papua sukses mengubah wajah salah satu kawasan bekas konsesi terbuka dengan intensifikasi penghijauan yang masif.
Sebagai ikhtisas dalam memulihkan ekosistem terdampak dari aktivitas tambang, emiten emas telah melakukan program reklamasi lahan open-pit di Grasberg, Papua.
Rumput, lumut, dan tanaman pakis telah menjadi tanaman vegetasi yang mulai menghijaukan area-area tebing bekas area pertambangan.
Baca Juga: Ini Analisis Mendalam Kekuatan Timnas Vietnam, Tantangan Berat bagi Skuad Garuda
Grasberg, yang dulu dikenal sebagai salah satu wilayah penghasil emas terbesar dunia, kini lahan itu telah bertransformasi menjadi paru-paru hijau di daratan Papua.
Aktivitas reklamasi yang dilakukan oleh PTFI ini telah menorehkan tinta emas dalam sejarah pelestarian lingkungan Indonesia.
Gebrakan emiten ini merepresentasikan aksi-aksi nyata PTFI sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Tidak hanya berkedok sebagai dasar tanggung jawab, alasan keamanan pun juga mendasari adanya aktivitas ini—mengingat aktivitas tambang yang dilakukan PTFI menyisakan lubang sedalam 1,3 km.
Ironisnya, lubang ini sempat erosi, bencana ini tentu bisa membahayakan pekerjaan bawah tanah Freeport.
Berdasarkan kewajiban yang telah tertuang dalam susunan road-map sebagai bentuk responsibility, PTFI harus mencapai target reklamasi lahan bekas tambang seluas 900 hektar sebelum tahun 2042.
Yohan Sunyoto selaku Manager Highland Environmental menjelaskan bahwa terdapat dua misi yang diemban oleh perusahaan pertambangan emas di Grasberg Papua, tugas pertama adalah revegetasi, sedangkan tugas kedua adalah penatagunaan lahan.
Beliau juga menyebutkan bahwa PTFI telah melakukan aksi reklamasi di lahan open-pit secara paralel, terhitung sejak berjalannya produksi. Rencananya, kegiatan ini akan diberhentikan ketika roda operasional emiten telah berakhir pada 2041 mendatang.
Sejak tahun 2023, emiten tambang ini telah melakukan revegetasi di Wanagon dan Kaimana dengan total 35 hektar. Sedangkan untuk tahun 2024 ini, PTFI menargetkan reklamasi seluas 40 hektar.
Baca Juga: UMP Provinsi Nusa Tenggara Timur Sudah Naik 6,5 Persen, tapi Angakanya Malah Bikin Geleng-Geleng!
Edi Suryanto selaku Superintendent Grasberg Engineering menyebutkan bahwa terdapat beberapa langkah dalam mereklamasi bekas galian Grasberg.
Pertama, PTFI melakukan pelandaian lahan sekitar 25 derajat dengan menutup bekas galian dengan limestone setebal lima meter untuk mencegah rembesan air.
Kedua, dalam upaya revegetasi, PTFI menggunakan tanaman endemik Deschampsia Klossii yang hanya bisa tumbuh di Grasberg.
Ketiga, untuk mempercepat pertumbuhan Deschampsia, PTFI mendirikan nursery house. Di tempat ini, lahan seluas 1 hektar disinyalir dapat ditumbuhi sekitar 10.000 rumput.
Keempat, perusahaan ini juga melakukan hydroseeding atau aktivitas pemupukan dengan sistem semprot dan tabur. Cairan yang disemprotkan ini adalah campuran dari bactosoil yang didatangkan secara khusus dari Jerman.
Kelima, upaya reklamasi oleh PTFI di kawasan Grasberg adalah suatu komitmen perusahaan terhadap Sustainable Development Goals (SDGs) meski proses produksi tambang masih terus dilakukan.
Dalam upaya reklamasi ini, PTFI mengklaim bahwa pihaknya telah menggelontorkan cuan sebesar Rp 3,12 miliar per hektar.
Biaya yang fantastis ini digelontorkan sebagai upaya mitigasi dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi yang bisa jadi ditimbulkan selama proses pertambangan berlangsung. ***