

InNalar.com – Baru-baru ini sebagian masyarakat memperingati World Mental Health Day.
Tema yang diangkat di tahun 2023 ini adalah “Mental health is a universal human right (Kesehatan mental adalah hak asasi manusia)”.
Tujuan peringatan ini adalah ntuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mencegah dan menjaga kesehatan jiwa, serta pentingnya memberi dukungan kepada peyandang kesehatan mental.
Adapun, kesehatan mental menjadi isu yang krusial setiap tahunnya.
Berdasarkan Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) tahun 2022, sekitar 15,5 juta (34,9%) remaja Indonesia mengalami masalah kesehatan mental.
Bahkan, 2,45 juta (5,5%) di antaranya mengalami gangguan mental.
Baca Juga: Hari Kesehatan Mental Sedunia 2023: Kenali Masalah Jiwa Paling Umum, Kerap Serang Usia 20-30 Tahun
Gangguan mental yang paling banyak diderita oleh remaja berdasarkan hasil penelitian dari I-NAMHS adalah gangguan cemas (gabungan antara fobia sosial dan gangguan cemas menyeluruh) sebesar 3,7%.
Kemudian gangguan depresi mayor sebesar 1,0%, gangguan perilaku 0,9% serta gangguan PTSD (gangguan stres pasca-trauma) dan ADHD (gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas) masing-masing 0,5%.
Survei ini dilakukan kepada remaja yang berusia 10-17 tahun, dan hampir 20% dari total penduduk Indonesia berada pada usia 10-19 tahun.
Mirisnya, dari banyaknya kasus masalah kesehatan mental yang dirasakan remaja, hanya 2,6% melakukan konseling. Mereka membiarkan stres dan depresi itu menyerang.
Padahal gangguan mental tidak sedikit menjadi penyebab bunuh diri. Dimana, individu mengalami depresi. Sehingga, membuatnya melakukan hal demikian.
Bahkan WHO menempatkan depresi pada urutan ke empat penyakit di dunia. Karena, sebanyak 55% ide bunuh diri muncul dari orang yang depresi.
Selain itu, sekitar 800.000 orang meninggal karena bunuh diri pada tahun 2019.
Angka bunuh diri tetinggi dilakukan pada usia muda. Indonesia menyumbang sebesar 9,1 juta jiwa (3,7%) angka bunuh diri usia muda.
Penelitian yang dilakukan Thomas Curran dan Andrew P. Hill dalam publikasi jurnalnya “Psychological Bulletin” menemukan bahwa generasi milenial mudah depresi.
Jika dibandingkan 10 tahun lalu, tingkat depresi, kecemasan dan pikiran bunuh diri generasi milenial saat ini bisa dua kali lebih.
Ada 4 faktor sumber utama penyebab gangguan mental:
Baca Juga: Hari Kesehatan Mental Sedunia 2023: 7 Cara yang Bisa Kamu Terapkan untuk Menjaga Kesehatan Mental
Pertama, penggunaan media sosial yang berlebihan.
Menggunakan media sosial lebih dari dua jam per hati memiliki kecenderungan perasaan terisolasi dibandingkan mereka yang menggunakan media sosial kurang dari 30 menit.
Hasil riset ini berasal dari University of Pittsburgh School of Medicine pada tahun 1787 yang dipublikasiakn olah American Journal of Preventive Medicine.
Kedua, tantangan ekonomi.
Sering kali masalah perkeonomian menjadi sumber datangnya stres.
Seperti adanya kekhawatiran tidak mampu mencari pekerjaan, stigma negatif dari masyarakat, kurangnya dorongan positif dari lingkungan, tuntutan tinggi dan lain sebagainya.
Ketiga, respon yang berlebihan terhadap berita negatif.
Terkadang masih banyak masyarakat yang menginginkan pengakuan eksternal (dari orang lain).
Kemudian, masih terdapat masyarakat yang tidak menjadi diri sendiri, dan begitu cemas atas pandangan orang lain terhadapnya.
Keempat, faktor lingkungan.
Seperti intimidasi, hubungan dengan keluarga yang kurang harmonis, perilaku seksual, penggunaan narkoba dan traumatik.***