

inNalar.com- Keterlibatan Soeharto dalam aksi G30S PKI masih menimbulkan banyak pertanyaan di masyarakat.
Keberadaannya yang tidak banyak diketahui saat kejadian G30S PKI, membuat Soeharto dituduh ikut terlibat.
Dilansir dari buku biografi daripada Soeharto karya A. Yogaswara, dijelaskan lebih dalam terkait hal ini.
Pada saat kejadian malam kelam itu, Presiden RI ke 2 ini sedang berada di rumah sakit dengan istrinya karena anaknya yang sakit.
Sekitar tengah malam, istrinya meminta Soeharto untuk pulang ke rumah lantaran anak bungsunya berada sendirian hanya dengan pembantu.
Karena terlanjur lelah, sesampainya di rumah beliau langsung tertidur, dan baru terbangun pada pukul 4.30 tanggal 1 Oktober.
Terbangunnya Soeharto karena Hamid Syamsudin, seorang wartawan TVRI datang kerumah menceritakan ada bunyi tembakan di beberapa tempat.
Ditambah kesaksian tetangganya, maka beliau mencari tahu apa yang telah terjadi.
Sebelum jam 6 pagi, akhirnya baru kusadari bahwa ada beberapa pejabat tinggi angkatan darat yang diculik, sebagai bentuk gerakan G30S PKI.
Soeharto dengan cepat berpakaian, dan menuju Kostrad. Ketika melintasi Monas, beliau melihat pasukan liar yang berjaga di sana.
Pukul 7, beliau mendengarkan berita Radio Indonesia mengenai gerakan G30S PKI yang dipimpin oleh Letkol Untung.
Sejak saat itu, firasat buruk terhadap Letkol Untung muncul. Pasalnya, beliau sangat mengetahui siapa Untung sebenarnya, yakni seorang yang dekat dengan PKI, dan pernah menjadi anak didik tokoh PKI, Alimin.
Berita itu menyiarkan bahwa pimpinan gerakan ini adalah petugas pengawal istana, yang telah mengambil langkah-langkah menggagalkan usaha Dewan Jenderal.
Bagi Soeharto, apa yang dikatakan untung tidaklah benar, menurutnya Dewan Jenderal itu karangan semata. Gerakannya semata-mata ditujukan untuk merebut kekuasaan negara secara paksa.
Setelah itu, Soeharto memutuskan untuk mengamankan Monas. Ia lantas memberi perintah kepada Letkol ALi Moertopo dan Brigjen Sabirin Mochtar untuk membawa komandan batalion pasukan yang berada di sekitar Monas.
Ada sekitar dua batalyon yang ada di Monas memberikan kesaksian bahwa mereka ditugaskan untuk melindungi presiden. Hal ini langsung di bantah oleh Soeharto dan menyuruh seluruh pasukan kembali ke Kostrad.
Pasukan batalyon yang ada di Monas pun kembali, kecuali sebagian kecil pasukan yang dipimpin oleh Mayor Sukirno, yakni teman Letkol Untung.
Dengan demikian, Soeharto telah menyelamatkan dua pasukan batalion yang dilibatkan oleh Letkol Untung dan melucuti kekuatan Untung secara halus.***