Ferry Irwandi Bertemu Kapuspen TNI, Saling Minta Maaf dan Sepakat Akhiri Polemik

Ferry Irwandi Bertemu Kapuspen TNI, Saling Minta Maaf dan Sepakat Akhiri Polemik

Ferry Irwandi bertemu Kapuspen TNI Brigjen TNI (Marinir) Freddy Ardianzah melalui sambungan telepon pada Sabtu (13/9/2025). Dialog tersebut berlangsung dalam suasana terbuka, di mana keduanya sama-sama mengakui adanya kesalahpahaman terkait polemik yang sempat mencuat di ruang publik.

Ferry mengungkapkan bahwa dalam pembicaraan itu, mereka sepakat untuk saling memahami situasi. “Terjadi dialog antara saya dan beliau, yang intinya ada banyak kesalahpahaman di antara situasi ini,” ujar Ferry.

Kutipan itu menggarisbawahi bahwa masalah utama bukan pada substansi konflik, melainkan komunikasi yang belum terbangun dengan baik. Dalam hubungan antara individu dan institusi besar seperti TNI, miskomunikasi bisa menimbulkan interpretasi berlapis yang memperkeruh suasana. Dengan dialog langsung, potensi salah tafsir itu bisa diminimalisasi.

Saling Minta Maaf

Ferry menambahkan bahwa Kapuspen TNI Freddy Ardianzah menyampaikan permohonan maaf atas situasi yang dihadapi Ferry. Sebaliknya, ia pun meminta maaf kepada pihak TNI atas dinamika yang terjadi.

“Beliau meminta maaf atas situasi yang terjadi kepada saya dan yang harus saya hadapi, begitu juga sebaliknya, saya juga sudah meminta maaf atas situasi yang terjadi pada tubuh TNI saat ini,” kata Ferry.

Sikap saling memaafkan ini memberi sinyal positif. Publik melihat bahwa penyelesaian damai bisa dilakukan meski situasi awal terlihat menegangkan. Hal ini juga memperlihatkan TNI sebagai institusi terbuka yang tidak alergi terhadap kritik, sekaligus menunjukkan sikap rendah hati dari Ferry yang tidak ingin memperpanjang masalah.

Kepercayaan kepada Prajurit TNI

Ferry menegaskan dirinya masih menaruh kepercayaan terhadap prajurit TNI yang bertugas menjaga bangsa. Ia menilai sebagian besar prajurit tetap bekerja untuk melindungi rakyat.

“Banyak prajurit yang memang sangat mencintai negara ini dan melindungi warga negaranya saat ini, saya masih percaya itu,” tutur Ferry.

Pernyataan ini penting karena menekankan bahwa kritik terhadap suatu peristiwa tidak serta-merta berarti meragukan seluruh institusi. Dengan menegaskan kepercayaan kepada prajurit TNI, Ferry mencoba menutup ruang spekulasi bahwa dirinya anti-TNI. Sebaliknya, ia menempatkan persoalan ini sebagai murni kesalahpahaman komunikasi.

Status Hukum Ferry Irwandi

Dalam kesempatan yang sama, Ferry memastikan dirinya tidak lagi menghadapi proses hukum lebih lanjut. Ia menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi dukungan.

“Jadi kenkawan sudah tidak ada tindak lanjut hukum apapun ke depannya terhadap saya. Saya terima kasih dukungan teman-teman semua,” ungkapnya.

Kepastian ini menepis kekhawatiran publik terkait rencana proses hukum yang sempat disampaikan pihak TNI. Dengan demikian, polemik hukum yang berawal dari patroli siber TNI resmi berakhir, sesuai hasil dialog kedua belah pihak.

Meski kasusnya mereda, Ferry mengajak publik untuk tidak berhenti pada isu pribadinya. Ia meminta agar energi masyarakat diarahkan ke persoalan lebih besar, yakni tuntutan rakyat dan nasib para demonstran yang masih ditahan.

“Mari kita fokus ke tuntutan, kenkawan kita yang masih ditangkap dan teman-teman kita yang masih belum tahu nasibnya di mana. Saling jaga, jaga warga,” ujar Ferry.

Pesan ini memperlihatkan sikap solidaritas. Ferry tidak ingin atensi publik hanya berhenti pada kasus pribadinya. Ia berusaha mengembalikan perhatian ke ranah sosial yang lebih luas, yaitu perjuangan sipil dan penegakan demokrasi.

Awal Polemik: Dugaan Tindak Pidana

Polemik antara Ferry Irwandi dan TNI bermula pada Senin (8/9/2025). Brigjen Juinta Omboh Sembiring, Dansatsiber TNI, menyampaikan bahwa pihaknya menemukan dugaan tindak pidana lewat patroli siber.

“Konsultasi kami ini terkait dengan kami menemukan hasil dari patroli siber, terdapat, kami temukan beberapa fakta-fakta dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh saudara Ferry Irwandi,” kata Juinta di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan.

Saat itu, Juinta menyebut dugaan tindak pidana tersebut mencakup pencemaran nama baik. Pernyataan ini sempat menimbulkan tanda tanya publik. “Nanti kan ada penyidikan, nanti biar kita lanjutkan,” tambahnya.

Putusan MK yang Mengubah Peta Hukum

Namun, langkah hukum itu kemudian terganjal oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 105/PUU-XXII/2024. Putusan tersebut menegaskan bahwa lembaga atau institusi tidak bisa menjadi pelapor dalam kasus pencemaran nama baik. Hanya individu yang merasa dirugikan secara langsung yang bisa melaporkan kasus tersebut.

Putusan ini menjadi tonggak penting dalam hukum ITE di Indonesia. Sebab, banyak kasus pencemaran nama baik sebelumnya melibatkan institusi yang melaporkan warganya. Dengan aturan baru ini, ruang pelaporan dibatasi agar tidak mengekang kebebasan berpendapat.

Tanggapan Menko Yusril

Menko Polhukam Yusril Ihza Mahendra ikut menanggapi polemik ini. Ia menegaskan bahwa TNI tidak bisa menggunakan pasal pencemaran nama baik untuk melaporkan Ferry.

“Institusi tidak bisa melaporkan pencemaran nama baik, hanya korban (individu) yang dicemarkan nama baiknya yang dapat melaporkan kepada aparat penegak hukum dan bukan perwakilannya,” ujar Yusril.

Pernyataan Yusril memperkuat posisi hukum Ferry. Dengan dasar konstitusi, TNI memang tidak memiliki legal standing untuk membawa kasus ini ke ranah hukum. Hal itu sekaligus menjelaskan mengapa status hukum Ferry kemudian dinyatakan aman.

Akhir Polemik: Jalan Damai

Setelah melewati dinamika hampir sepekan, jalan damai akhirnya dipilih. Pertemuan Ferry Irwandi dan Kapuspen TNI Brigjen Freddy Ardianzah menjadi penanda berakhirnya polemik.

Keduanya tidak hanya saling meminta maaf, tetapi juga sepakat melangkah maju tanpa beban masa lalu. Dalam konteks komunikasi publik, ini adalah bentuk rekonsiliasi yang menguntungkan semua pihak.

Refleksi dan Pelajaran

Kasus Ferry Irwandi menunjukkan bahwa di era digital, komunikasi bisa dengan cepat memicu konflik. Namun, penyelesaian melalui dialog langsung tetap menjadi cara paling efektif.

Dari sini publik bisa belajar bahwa perbedaan pandangan tidak harus berakhir di meja hukum. Dengan membuka ruang dialog, bahkan kesalahpahaman yang rumit sekalipun bisa dijembatani.

Rekomendasi