Efek Domino Kenaikan UMP 6,5% bagi Perekonomian Indonesia


inNalar.com – 
Tidak banyak yang menyadari bahwa kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) ini bukan hanya soal angka di dalam rekening yang semakin menggembung.

Di balik keputusan ini, tersimpan efek domino dahsyat yang bisa meluluhlantakkan roda perekonomian Indonesia.

Namun, apa saja efek kenaikan UMP ini bagi negara dan bagi para pelaku bisnis? Mari kita breakdown!

Baca Juga: Fakta! UMK Terendah di Indonesia Berada di Jawa Tengah, Bukan di Daerah Terpencil

Kebijakan kenaikan UMP sebesar 6,5% ini banyak memicu polemik tajam dari kalangan pengamat ekonomi, pelaku pasar, bahkan dunia usaha.

Kenaikan ini dipandang sebagai upaya untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan diharapkan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun di lain sisi, terdapat kekhawatiran yang cukup besar terkait dampak naiknya 6,5% ini terhadap sektor usaha yang masih rentan pasca pandemi COVID-19.

Yassierli selaku Menteri Ketenagakerjaan Indonesia menyebutkan bahwa penetapan kenaikan UMP ini telah dilakukan dengan penuh pertimbangan penuh—mengingat banyak dari perusahaan Indonesia yang masih menghadapi tantangan finansial.

Baca Juga: Polemik Uang Gulden Wayang: Sejarah Kontroversial di Balik Koleksi Bernilai Tinggi

Sebagai tambahan informasi, Menaker sebetulnya memiliki wacana untuk membedakan kebijakan upah antara sektor padat karya dan sektor padat modal. Namun, wacana ini masih berada dalam suatu draft yang mungkin bisa jadi opsi pengkajian berikutnya.

Dengan usulan awal sebesar 6%, pendapat ini kemudian ditolak oleh Presiden Prabowo Subianto setelah diskusi eksklusifnya dengan perwakilan buruh. Hasil dialog tersebut pada akhirnya menyepakati angka final kenaikan sebesar 6,5%.

Merespon hal tersebut, Shinta W. Kamdani selaku Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) turut menyuarakan keresahannya karena menilai bahwa skema perhitungan kenaikan UMP 2025 belum transparan.

Baca Juga: Link Live Streaming Kamboja Vs Timor Leste Piala AFF 2024: Duel Sengit Berebut Tittle 2 Tim Terbawah Grup A

Beliau mempertanyakan perihal pertimbangan variabel-variabel penting seperti produktivitas kerja, daya saing usaha, dan kondisi ekonomi terkini di lingkup sektor padat karya yang saat ini masih belum stabil.

Dengan menimbang pernyataan Shinta W. Kamdani, kenaikan UMP 6,5% ini bak pedang bermata dua; satu sisi menawarkan harapan, sedangkan sisi lainnya berdampak buruk dalam sektor dunia usaha—khususnya pada sektor padat karya.

Menyadur Konten Youtube Tonny Hermawan Adikarjo, berikut akan dipaparkan tujuh efek domino imbas dari kenaikan UMP 6,5% ini:

Pertama, kenaikan biaya produksi akibat kenaikan upah yang lebih tinggi bisa memicu gelombang inflasi yang berasal dari cost-push inflation. Mengapa hal ini bisa terjadi? Hal ini tentu dipengaruhi oleh besaran harga barang yang lebih mahal, namun disisi lain kemampuan daya beli masyarakat dan para agregat bisa menurun drastis.

Kedua, daya beli masyarakat yang menurun dan biaya produksi yang melonjak dapat menyebabkan total output ekonomi nasional bisa berkurang. Akhirnya, pertumbuhan Indonesia terancam di posisi red-zone yang bisa saja memicu gelombang resesi.

Ketiga, akan banyak perusahaan di sektor padat karya tidak mampu lagi untuk menanggung beban kenaikan biaya tenaga kerja—yang pada akhirnya memicu gelombang krisis sosial yaitu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Keempat, perusahaan akan melakukan perjalanan eksodus atau memilih untuk merelokasi wilayah operasionalnya ke negara-negara dengan upah tenaga kerja yang rendah.

Kelima, kenaikan UMP bisa membuat Indonesia kehilangan daya tarik tujuan investasi sehingga Foreign Direct Investment-nya (FDI) bisa terjun bebas karena struktur biaya operasional dianggap tidak lagi kompetitif.

Keenam, nilai Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization (EBITDA) perusahaan akan tertekan karena lonjakan biaya operasional. Nah, penurunan profitabilitas ini bisa meningkatkan resiko kredit macet di sektor perbankan, lho!

Ketujuh, dengan melemahnya aktivitas ekspor dan tingginya kebutuhan impor, hal ini bisa menjadi ancaman bagi corporate tax karena penurunan laba perusahaan.

Meninjau pemaparan tersebut, adanya kenaikan UMP sebesar 6,5% juga bisa menjadi boomerang bagi Indonesia apabila tidak didukung oleh kebijakan yang lebih komprehensif.

Oleh karena itu, Pemerintah diharapkan sesegera mungkin untuk merumuskan langkah-langkah strategis agar efek domino dari kebijakan kenaikan UMP 6,5% ini dapat diminimalisir. ***