

inNalar.com – Kampoeng Djadhoel terletak di kampung Batik Tengah RT 4 RW 2, kelurahan Rejomulyo, kecamatan Semarang Timur, kota Semarang.
Desa wisata ini tak hanya menyuguhkan desain yang cantik dan menawan, namun juga mengenalkan masyarakat pada sejarah dan budaya lokal.
Sepanjang jalan masuk, sejarah berdirinya kota Semarang dapat kita lihat dalam bentuk mural yang dilukis memenuhi dinding dengan indah.
Dilansir inNalar.com dari salah satu video YouTube yang diunggah oleh akun Semarang Pemkot, kampung ini telah berubah 360 derajat.
Dulunya Kumuh
Sebelum menjadi desa wisata pada tahun 2017, kampung Batik Tengah ini dulunya adalah kawasan yang gelap, kumuh, dan rawan banjir.
Kasus pencopetan dan sejenisnya sering terjadi di kawasan ini, tanpa memandang waktu.
Oleh karena tindak kriminal tersebut, kampung Batik Tengah dicap sebagai sarang kejahatan.
Sadar bahwa pemukiman mereka dicap sebagai tempat kriminal, para warga gotong royong mengubahnya menjadi desa wisata.
Karya Seni Hasil Sumbangan Warga
Siapapun yang berkunjung ke Kampoeng Djadhoel, akan melewati lorong yang dipenuhi lukisan sejarah berdirinya kota Semarang.
Lukisan ini ternyata buah tangan warga setempat. Mereka bekerja sama melakukan perubahan dimulai dengan menciptakan pemandangan.
Sempat terbatas dengan masalah dana, desa wisata ini mendapat tawaran sejumlah donasi dari sebuah lembaga.
Kini, pengunjung bisa menyaksikan berbagai macam kain batik yang ditata berjajar, hingga batu relief yang mengisahkan sejarah.
Acara Titiran
Setiap tahun, tepatnya pada tanggal 17 Agustus, masyarakat Kampoeng Djadhoel mengadakan acara Titiran.
Acara ini dimaksudkan untuk mengenang pembakaran rumah batik yang dilakukan oleh tentara Jepang pada tanggal 17 Agustus 1945.
Acara dilaksanakan dengan mereka ulang adegan puluhan tahun yang lalu, dengan membakar replika rumah batik berukuran kecil sebagai gantinya.
Sejak pembakaran oleh tentara Jepang itu, kegiatan membatik oleh masyarakat di kampung Batik Tengah terhenti.
Tahun 2006, istri Sukawi, mantan walikota Semarang, berkunjung dan mengadakan pelatihan membatik.
Sejak saat itulah, masyarakat setempat merasa bersemangat untuk mengembalikan almamater kampung mereka sebagai kampung Batik.
Kini, di Kampoeng Djadhoel, pengunjung bisa menyaksikan proses produksi batik hingga mempelajari cara pembuatannya.
Djajan dan Dhoelan
Kebanyakan orang mengartikan Kampoeng Djadhoel sebagai ‘kampung jadul atau jaman dulu’.
Namun, siapa sangka, yang dimaksud dengan Djadhoel adalah Djajan (belanja), dan Dhoelan (berkunjung).
Hal ini sangat sesuai, mengingat tiap sudut kampung dipenuhi dengan sejarah dan budaya yang mengajak kita untuk berkunjung atau berkeliling.
Desa wisata Kampoeng Djadhoel juga memiliki kuliner khas, yang telah diakui sebagai kekayaan Semarang, yaitu nasi glewo. ***