

inNalar.com – Perjalanan PT Adaro Indonesia bermula dari blok tambang batu bara di Kalimantan Selatan yang awalnya dinilai memiliki kualitas rendah.
Blok ini pertama kali dikelola oleh perusahaan tambang milik pemerintah Spanyol, Enadimsa, pada awal 1980-an.
Nama “Adaro” dipilih untuk menghormati keluarga Adaro yang terkenal di industri pertambangan Spanyol.
Baca Juga: Unik, Penduduk Kampung di Sulawesi Utara Ini Rutin Belanja ke Luar Negeri Tanpa Pakai Uang
Pada 2 November 1982, Enadimsa menandatangani Perjanjian Kerja Sama Pertambangan Batu Bara (CCA) dengan pemerintah Indonesia, lalu memulai eksplorasi dari 1983 hingga 1989.
Namun, tantangan besar muncul saat perusahaan harus memutuskan jalur transportasi untuk pengangkutan batu bara.
Lebih lanjut kondisi geografis tambang yang berada di pedalaman Kalimantan Selatan menjadi hambatan utama.
Baca Juga: Aisar Khaled Akui Ingin Dekati Fuji, Gelagat Fadly Faisal Seolah Buka Jalan Perjodohan Keduanya
Untuk mengatasi, perusahaan memutuskan membangun jalan khusus sepanjang 80 km menuju Sungai Barito.
Keputusan ini diambil setelah studi kelayakan menunjukkan rute ini lebih efisien dibandingkan rute alternatif sejauh 130 km ke pantai Kalimantan Timur.
Tantangan lain muncul. Pada Mei 1990, Enadimsa mendekati sejumlah bank untuk pendanaan sebesar USD 28 juta guna pembangunan infrastruktur, sebagaimana dilansir inNalar.com dari laman resmi Adaro pada Minggu, 1 Desember 2024.
Baca Juga: Ada Permukiman Unik di Bawah Kota Jakarta, Kampung Ini Dihuni 83 KK Tapi Tak Terlihat Banyak Mata
Sayangnya, bank-bank tersebut menolak dengan alasan kualitas batu bara sub-bituminus Adaro belum pernah diperdagangkan dalam volume besar di pasar internasional.
Sebagai solusi, para pemegang saham menyuntikkan modal awal sebesar USD 20 juta dengan syarat pengembangan selanjutnya didanai dari arus kas perusahaan.
September 1990, pembangunan jalan transportasi dimulai. Salah satu tantangan terbesar adalah membangun jalan di atas lahan rawa sepanjang 27 km.
Pada saat bersamaan, infrastruktur penghancuran dan pemuatan batu bara di Kelanis, Sungai Barito, juga mulai dibangun.
Tambang pertama, Paringin, dibuka pada Maret 1991, dengan batu bara dikirim ke Australia untuk pengujian.
Hasil positif dari pengujian ini membuka jalan bagi Adaro untuk memulai produksi komersial pada 22 Oktober 1992.
Baca Juga: Sejarah dan Asal-usul Bangkalan yang Konon Berkaitan dengan Pemberontak Sakti Ki Lesap
Batu bara Adaro, dengan merek dagang “Envirocoal”, dikenal ramah lingkungan karena kadar sulfur dan abunya yang rendah.
Pengiriman pertama dilakukan pada Oktober 1992 ke Krupp Industries, Jerman, dengan volume 68.750 ton.
Setelah itu, Adaro secara konsisten memperluas pasarnya, mencatat pertumbuhan yang pesat.
Baca Juga: Tak Biasa! Kampung Unik di Jawa Timur Ini Tersinari Matahari Cuma 5 Jam Setiap Harinya
Pada tahun 2006, produksi batu bara Adaro meningkat lebih dari 28% dibandingkan tahun sebelumnya, mencapai 34,4 juta ton. Bahkan di tengah tantangan pandemi Covid-19, Adaro tetap mempertahankan momentum, dengan produksi mencapai 52,7 juta ton pada tahun 2021.
Hingga saat ini, tambang Tabalong menjadi tambang batu bara terbesar di belahan bumi selatan.
Adaro juga berkomitmen untuk integrasi dengan masyarakat lokal melalui program pelatihan, perekrutan tenaga kerja setempat, dan penggunaan kontraktor lokal.
Baca Juga: PNS Kategori Ini Bakal Dapat Tunjangan Kuota hingga Rp400 Ribu pada Desember 2024, Anda Termasuk?
Kisah PT Adaro Indonesia adalah bukti nyata bagaimana strategi, inovasi, dan kerja keras dapat mengubah tantangan menjadi peluang.
Dari blok tambang yang dianggap tidak berpotensi hingga menjadi salah satu pemain utama di industri batu bara dunia, Adaro terus menunjukkan pertumbuhan yang stabil dan dampak positif di sektor energi Indonesia.