

inNalar.com – Mencintai orang adalah satu hal yang masih ada dalam kuasa kita, sementara dicintai adalah perkara di luar kontrol kita. Sementara itu, berharap dicintai adalah gerbang dari segala sakit hati.
Rumi pernah berkata, “Aku mencintai teman-temanku tidak dengan hati atau pikiranku untuk berjaga, karena hati bisa berhenti dan pikiran bisa lupa. Ku cintai mereka dengan segenap jiwa karena jiwa tak pernah mati dan lupa”.
“Tidak setiap orang bisa dicintai, untuk dicintai perlu sejumlah sifat dan kelebihan, yang tidak dimiliki oleh semua orang. Namun setiap orang bisa menikmati dan merasakan cinta itu. Bila engkau tidak menjadi orang yang dicintai, maka hendaklah engkau menjadi orang yang mencintai,” ucap Dr. Fahruddin Faiz dalam sebuah kajiannya.
Baca Juga: Ingin Ta’aruf Syar’i Tanpa Pacaran? Khalid Basalamah Bocorkan 3 Langkah Ampuh Mengenal Pasangan
Jika kita tidak bisa menjadi sosok Yusuf, maka apa yang menghalangi kita untuk menjadi sosok Ya’qub? Apa yang menghalangi kita untuk menjadi pecinta tulus yang selalu merindu?
Menyibukkan diri untuk belajar mencintai lebih baik daripada menunggu sosok yang bisa mencintai kita dengan sepenuh hati.
Lantas apa yang terjadi jika kita membenci semua orang?
Baca Juga: Ustadz Khalid Basalamah Bagikan Tips Ampuh Bangun Sholat Malam Tepat Waktu, Dijamin Mata Auto Melek
Jika kita membenci semua orang, maka bayang musuh akan selalu berada di depan mata, seakan kita berputar-putar siang dan malam di antara tanaman berduri dan kumpulan ular yang siap mematuk.
Sebaliknya, jika kita mencintai semua orang, niscaya kita akan selalu berada di antara bunga mawar dan taman surgawi.
“Membiasakan diri untuk selalu berkata-kata baik kepada orang lain, karena kebaikan itu lah yang akan kembali kepada diri kita sendiri.”, tegas Dr. Fahruddin Faiz.
Pujian dan terimakasih yang kita berikan kepada orang lain, pada hakikatnya akan kembali pada diri sendiri.
Bagai orang yang menanam bunga di sekitar rumahnya, manakala ia memandangnya, ia seperti berada di dalam surga.
Tidak ada keraguan dalam Islam, yang ada adalah kebersamaan dan kasih sayang.
Baca Juga: Bayern Munchen Bersiap Tikung Arsenal Guna Bajak Declan Rice, Penawaran The Gunners Tak Meyakinkan?
Nabi SAW selalu bertindak atas dasar kepentingan bersama, karena pertemuan para ruh memiliki pengaruh yang penting.
Dr. Fahruddin Faiz menambahkan, “Dasar dari sebuah pertemanan adalah pertemuan antara dua jiwa. Dua jiwa mungkin bertemu jika ada kesetaraan, tanpa ada sekat sehingga lebih mudah untuk saling bersama.”
Dalam Islam ada istilah fillah dan lillah. Fillah, kebersamaan di dalam Allah baik berupa ibadah dan lain sebagainya.
Baca Juga: Bolehkah Berkurban untuk Orang yang Sudah Meninggal? Khalid Basalamah Ungkap Hukumnya Menurut Islam
Sementara Lillah, melakukan segala sesuatu diperuntukkan oleh Allah sehingga bernilai ibadah.
Jika bisa demikian, maka pertemanan yang kita jalani akan lebih terasa ringan.
Jika tidak lillah, maka kita hanya akan merasa lelah. *** (Ala’ Annajib Asyatibi)