

inNalar.com – Sebuah kampung di Kabupaten Agam, Sumatera Barat ini memiliki kisah yang cukup misterius.
Dahulu kampung di pelosok Sumatera Barat ini hidup layaknya desa berpenghuni lainnya di Kabupaten Agam.
Namun karena satu sebab, warga desa di Agam, Sumatera Barat yang kini berjuluk kampung ‘mati’ ini memilih untuk pindah dari area tersebut.
Pemilik akun YouTube Lantai 16, Zeki Satria, adalah salah satu penjelajah yang mencoba menelusuri perkampungan kosong tersebut.
Terlihat di sekitar jalan pedesaan penuh dengan semak belukar dan dinding rumah berlumut, tetapi utuh meski nampak lapuk.
Bangunan masjid dan balai desa nampak masih utuh sebagaimana wujudnya hanya saja isinya terlihat kosong melompong.
Menurut keterangan dari satu-satunya warga desa yang masih bertahan, Azwardi Efendi, dahulu 150 rumah di kampung ini ramai dihuni sebagaimana pemukiman normal.
Perlu diketahui bahwa kini kampung tersebut hanya dihuni oleh dua orang dan dua rumah saja, selebihnya bangunan di desa tersebut kosong dan ditinggalkan.
Bahkan dahulu terdapat satu sekolah yang berdiri di dekat kampung ‘mati’ di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, tetapi sekolah tersebut kini dipindah ke Rumah Sekolah Kukuban.
Baca Juga: Kampung Hantu Terseram di Pulau Lombok NTB Ternyata Bagian dari Montong Gading? Begini Asal Usulnya
Para penduduk desa tersebut meninggalkan areal pemukiman tersebut setidaknya pada tahun 1980-an menuju ke kampung Bancah yang ada di sebelahnya.
Adapun nama kampung ‘mati’ ini disebut dengan Kampung Panji Kubu Gadang, berlokasi di Nagari Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
Lantas, mengapa para penduduk desa Panji Kubu Gadang meninggalkan pemukiman yang tadinya padat penduduk ini?
Lebih lanjut, Bapak Azwardi Efendi mengungkap pemicu para warga tidak lagi ingin tinggal di perkampungan Panji Kubu Gadang adalah sebagai berikut.
Menurutnya, pemicu utama para penduduk meninggalkan kampung ‘mati’ di pelosok Agam, Sumatera Barat ini adalah karena kesulitan akses air.
Kegiatan sehari-hari dan bercocok tanam menjadi sulit bagi para warga untuk tetap menetap di desa tersebut.
Dilansir dari laman Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat, kesulitan akses air bersih dan jalan rusak mulai dipugar kembali setelah terbengkalai selama 30 tahun.
Baca Juga: Berada di Ketinggian 1.200 Mdpl, Kampung Unik di Manggarai NTT Ini Hanya Dihuni 44 Kepala Keluarga
Salah satu pihak yang mengupayakan agar kampung kosong tersebut hidup kembali adalah Pesantren Prof. Dr. Buya Hamka dan para perantau yang membuat terobosan-terobosan baru.
Sebagai contohnya adalah membuka jalan sepanjang 700 meter dengan lebarnya membentang 4 meter. Bahkan geliat perekonomian dari sektor ternak itik dan perkebunan terong mulai digalakkan kembali di kampung tersebut.
Kabar baiknya, dari usaha beternak itik tersebut telah ada 12 ekor bertelur setiap harinya pada tahun 2019.
Demikian kisah singkat kampung ‘mati’ yang berada di dekat kawasan Danau Maninjau di Kabupaten Agam, Sumatera Barat.***