

inNalar.com – Proyek Trem Bogor kini mulai dilirik oleh sejumlah investor, salah satunya adalah perusahaan China bernama PT Yingke Matriks Indonesia.
Usai mengulik sisi keekonomisan proyek trem ini, arah model pengembangan moda transportasinya terbuka pada opsi Autonomous-rail Rapid Transit (ART) atau Kereta Tanpa Rel.
Biaya investasi yang tadinya dihitung per koridor mampu menyedot anggaran dana sebesar Rp1,5 triliun, nantinya bisa ditekan banyak dengan skema trem tanpa rel ini.
Jadi apabila ada 4 koridor yang dibangun dengan harga tersebut, maka tentunya total investasi yang dibutuhkan mencapai 6 triliun.
Sebagai pembandingnya, untuk model trem tanpa rel harga per trainset sebesar Rp150 miliar.
Alhasil jika akan dibangun dengan model ART untuk 3 trainset maka totalnya hanya sebesar Rp450 miliar.
Itu pun jika ditambah dengan kebutuhan pengikutnya, maka setidaknya akan menggemuk menjadi Rp500 miliar.
Perhitungannya masih jauh lebih murah apabila merealisasikan opsi kereta tanpa rel di wilayah perkotaan Bogor.
Wakil Walikota Bogor Dedie Rachim mengungkap bahwa nantinya akan ada 4 koridor trem yang akan dibangun.
Namun sejauh ini garapan proyek akan difokuskan pada koridor 1 yang bakal hubungkan Stasiun Bogor dan Baranangsiang.
Prioritas pada koridor ini supaya mampu mengintegrasikan moda transportasi trem dengan Commuter Line.
Selain itu keterhubungan dengan LRT Cibubur – Baranangsiang pun juga menjadi salah satu usulan yang melengkapi integrasi aneka fasilitas moda transportasi antarkota.
Adapun trase untuk koridor 1 terdiri dari 17 titik pemberhentian yang dimulai dari Stasiun LRT Baranangsiang.
Adapun rutenya akan berkeliling dari titik tersebut kemudian berlanjut ke Terminal Barangsiang, Cidangiang, Geulis, Roda, hingga Cincau.
Selanjutnya titik pemberhentian ada di Paledang, Herbarium, Kapten Muslihat, Stasiun Bogor, Salmun, hingga Pasar Anyar.
Kemudian dilanjutkan lagi ke Sawojajar, Pengadilan, Sempur, Pajajaran, sampai dengan Mall Botani Square.
Sebagai informasi tambahan, Autonomous-rail Rapid Transit atau ART adalah jenis transportasi publik seperti kereta api.
Namun rel yang digunakan bentuknya adalah virtual track. Cara kerjanya, kereta tanpa rel ini berjalan dibantu oleh adanya sensor Light Detection and Ranging (LiDAR) dan Global Positioning System (GPS).
Selain di Nanjing China, kereta tanpa rel ini juga digunakan di Hongkong, Casablanca Maroko, hingga Amsterdam di Belanda.***