

inNalar.com – Salah satu ritual unik di Indonesia terletak di Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan yakni adanya tradisi Upacara Mayat Berjalan atau yang dikenal dengan sebutan Ma’Nene.
Ma’Nene adalah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Tana Toraja yang harus diselenggarakan secara meriah dengan biaya yang tidak murah.
Ma’Nene sendiri merupakan tradisi atau ritual di Tana Toraja dengan membersihkan mayat yang telah ratusan tahun meninggal dan dilakukan setiap tiga tahun sekali.
Tradisi membersihkan mayat ini akan dilakukan oleh masyarakat setelah dilakukannya panen padi di Kecamatan Denpina dan sekitarnya.
Tepatnya pelaksanaan Ma’Nene ini akan dilakukan masyarakat pada sekitar bulan Juli dan Agustus dalam setiap tahunnya.
Dilansir inNalar.com dari e-journal.my.id, masyarakat Tana Toraja Sulawesi Selatan meyakini jika tradisi ini dilakukan sebelum masa panen, maka mereka akan mengalami musibah.
Baca Juga: As Roma Berhasil Menjauh dari Zona Degradasi Usai Tumbangkan Frosinone Pada Lanjutan Serie A
Musibah yang akan menimpa masyarakat yaitu, sawah dan ladang akan dirusak oleh banyaknya tikus dan ular yang datang secara tiba-tiba.
Perlu diketahui, tradisi unik dari Tana Toraja Sulwesi Selatan ini bahkan pernah dilipun series dokumenter Netflix berjudul ‘ Dark Tourism’.
Dalam tradisi Ma’Nene, mayat berusia ratusan tahun tersebut akan dikeluarkan dari liang kubur untuk dilakukan pembersihan dan di ganti baju beserta kainnya.
Dalam tradisi ritual Ma’nene ini pun akan dilakukan dengan melewati beberapa rangkaian, yang dilaksanakan selama 7 hari di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
Rangkaian tersebut diantaranya, pembukaan liang kuburan mayat (Ma’bukka Liang), membawa berbagai makanan atau minuman ke kuburan (Ma’bawa pangan).
Selanjutnya membersihkan sekitar kuburan (Masseroi), menjemur jasad (Mangallo Batang Rabuk), mengganti pembungkus jasad (Ma’palobo’),
Pada hari hari terakhir akan dilakukan rangkaian, memasukan kembali jasad mayat keliang kubur (Mangrapa’) dan menutup kembali liang lahat (ma’tutu’).
Selama proses berlangsung, bagi laki-laki akan membentuk sebuah lingkaran dengan menyanyikan lagu-lagu dan juga tarian yang diyakini sebagai lambang kesedihan.
Lagu dan tarian tersebut guna menghibur para keluarga mayat yang telah ditinggalkan.
Masyarakat Tana Toraja melakukan tradisi ini karena dianggap sebagai penghormatan pada leluhur dan juga sanak keluarga yang telah meninggal.
Tradisi Tana Toraja Sulawesi Selatan ini dilakukan secara turun menurun dan masih menjadi tradisi ritual adat ynag dilestarikan hingga saat ini.
Mayat keluarga ini diketahui masih tersimpan dalam keadaan utuh meski telah berumur ratusan tahun.
Hal ini dikarnekan mayat tersebut diberikan bahan pengawet yang sama dengan “Mummy”.
Ma’Nene dilakukan sebagai momen untuk dapat bertemu dengan keluarga yang ada di perantauan untuk datang mengadakan tradisi ini di Tana Toraja Sulawesi Selatan.
Tradisi Ma’Nene ini mempunyai kaitan yang erat terhadap konsep hidup yang ada di masyarakat Tojara, jika leluhurnya yang suci dari langit dan bumi.
Masyarakat Tana Toraja Sulawesi Selatan percaya, jika tidak seharusnya orang yang telah meninggal dunia dikuburkan ke dalam tanah, karena mayat akan menimbulkan kerusakan dan menghilangkan kesucian yang mengakibatkan dalam kesuburan bumi.***