Dihuni 180 KK, Desa Tanpa Daratan di Pedalaman Hutan Kalimantan Timur Ini Buat Warganya Sholat Mengapung

inNalar.com – Terdapat sebuah desa unik di pedalaman hutan Kalimantan Timur. Di mana para penduduknya hidup di atas air, bahkan kegiatan ibadah seperti sholat dilaksanakan di atas perahu mengapung.

Berada di tengah Danau Melintang dan rawa-rawa, menjadikan desa tanpa daratan ini sebagai salah satu wisata unik di Indonesia.

Meskipun tidak ada daratan, di sini terdapat jembatan dan kendaraan yang khusus digunakan untuk transportasi.

Baca Juga: Fakta di Balik Wanita yang Suka Cat Kuku, Kepribadian Introvert Biasanya Pilih Warna Tertentu

Desa unik tersebut diketahui hanya dihuni sekitar 180 kepala keluarga. Masyarakat di sini sebagian besar adalah suku Kutai.

Aktivitas keseharian penduduk desa dilakukan di atas sebuah perahu kayu, mulai dari mencari nafkah hingga kegiatan peribadatan.

Lebih lanjut, rumah-rumah di desa pelosok Kalimantan Timur ini dibangun dalam bentuk rumah rakit yang ditopang oleh sebuah balok kayu.

Baca Juga: Sejengkal dari Kota Malang, Ada Dunia Dongeng di Kampung Paling Unik se-Jawa Timur

Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan listrik sehari-hari, desa ini memanfaatkan energi terbarukan dari energi matahari atau yang biasa kita sebut panel surya.

Adapun nama desa unik tersebut adalah Muara Enggelam, Kecamatan Muara Wis, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur

Diperlukan perjalanan darat kurang lebih 2-3 jam jika dari Kecamatan Tenggarong, Ibu Kota Kukar, dilanjutkan mengarungi sungai dua jam, menuju desa yang berada di tengah Danau Melintang ini.

Baca Juga: Sleep Call Tak Selamanya Romantis, Ada Efek Buruk yang Bisa Menghantui Kesehatan Anda

Kondisi tersebut membuat desa Muara Enggelam hanya mempunyai sekolah dasar dan sekolah menengah pertama saja yang dapat diakses.

Tenaga pengajar atau guru desa terpencil ini kebanyakan berasal dari desa itu sendiri, namun ada juga yang berasal dari luar daerah seperti Moram Muntai dan Kota Bangun.

Fasilitas pendidikan yang ada di Muara Enggelam masih sangat terbatas, dan akses ke Sekolah Menengah Atas (SMA) cukup jauh.

Tidak hanya pendidikan SMA saja, akses ke pelayanan kesehatan yang memadai juga menjadi satu tantangan tersendiri bagi warga Muara Enggelam.

Muara Enggelam hanya memiliki beberapa tenaga medis, termasuk dokter dan perawat. Mereka juga berasal dari daerah sekitar, dan hanya beberapa yang tinggal sementara untuk memberikan pelayanan kesehatan.

Namun, meski terisolasi, masyarakat Muara Enggelam memiliki potensi ekonomi yang cukup menjanjikan, terutama sektor pengolahan ikan air tawar.

Masyarakat mayoritas berprofesi sebagai nelayan yang menggantungkan hidup pada hasil tangkapan ikan mereka.

Salah satu jenis ikan yang banyak dijumpai di sini adalah ikan gabus dan ikan tomang.

Proses pengolahan ikan dilakukan dengan cara mengeringkan dan memberi garam, untuk kemudian dijual, baik dalam kondisi hidup maupun kering.

Sayangnya, pencemaran dari limbah perusahaan kelapa sawit menyebabkan berkurangnya populasi ikan dan kualitas air, yang berdampak pada hasil tangkapan nelayan.

Di tengah keterbatasan dan tantangan yang dihadapi, Muara Enggelam tetap menjadi simbol kekuatan budaya dan ketangguhan masyarakat.

Dengan kehidupan yang berada di atas air, desa ini menawarkan pengalaman unik yang jarang ditemui di tempat lain, menjadikannya daya tarik tersendiri bagi para pelancong yang mencari petualangan.

Masa depan yang lebih baik, dengan akses pendidikan, kesehatan, dan lingkungan yang lestari, menjadi harapan besar masyarakat setempat.

Muara Enggelam bukan hanya sebuah destinasi wisata yang unik, tetapi juga pelajaran berharga tentang adaptasi, budaya, dan semangat kebersamaan yang patut kita apresiasi.***(Dea Fransisca)

Rekomendasi