Dicaplok Spanyol-Australia Sejak 1982, Tambang Batu Bara di Kalsel Ini Baru Jadi Milik RI 19 Tahun Terakhir

inNalar.com – Pertambangan batu bara Indonesia menjadi sumber daya yang banyak diperebutkan oleh bangsa asing. Tambang batubara yang terletak di Kalimantan Selatan (Kalsel) menjadi salah satu yang incaran.

Tidak banyak yang tahu, tambang batu bara di Kalsel ini sebelumnya dimiliki investor Australia, New Hope. Proses perusahaan ini diakuisisi oleh orang Indonesia dan membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun sampai bisa digenggam oleh negara kita.

Perusahaan besarpertambangan ini bernama PT Adaro Energy Tbk yang telah berhasil diakuisisi oleh Boy Thohir, bersama 3 orang pengusaha Indonesia lainnya tepat 19 tahun lalu.

Baca Juga: Prediksi Skor Timnas Indonesia vs Laos Piala AFF 2024, Jadwal, dan Live Streaming, Menang Lagi Garuda?

Sejarah Awal Perusahaan Tambang Batu Bara

Pada awalnya, terdapat salah satu perseroan bernama Enadimsa yang merupakan BUMN asal Spanyol.

Emiten pertambangan tersebut ingin melakukan pembongkaran tanah Kalimantan dan mereka pun mengajukan tawaran eksplorasi dan eksploitasi 8 blok kepada pemerintah Soeharto.

Baca Juga: Tunggu 10 Tahun Lagi! Koin Kuno dengan Desain Unik Ini Bakal Diburu Kolektor di Indonesia, Harganya…

Pemerintah menyetujui hal tersebut. Tepat pada 2 November 1982, Enadimsa yang berbasis di Kalsel ini pun sudah mengawali kegiatan tambangnya, mereka juga mendirikan PT Adaro Energy Tbk sebagai anak perusahaan.

Saat itu PT Adaro Energy Tbk di Kalsel ini menjadi emiten batu bara yang jaya karena mampu produksi jutaan produknya setiap tahun.

Kejayaan tambang batubara ini mulai berubah menjadi keruwetan, muncullah sederetan masalah terkait saham Adaro pada tahun 1997.

Baca Juga: Bernilai Jutaan Rupiah, Uang dengan Nomor Seri Cantik Ini Bisa Dijual ke Kolektor, Cek Uangmu Sekarang!

Polemik Rebutan Saham Tambang Batu Bara Kalsel

Polemik berawal saar Oktober 1997, PT Asminco Bara Utama menggadaikan 40% sahamnya sebagai jaminan karena mereka meminjam uang sebesar US$ 100 Juta dari Deutsche Bank Cabang Singapura.

Namun, pelunasan hutang berjalan tidak mulus, tepat Agustus 1998 perseroan tersebut tidak mampu membayar hutangnya.

Akhirnya Deutsche Bank menjual saham perusahaan tersebut. Pada tanggal 6 Desember 2011, Bank yang bercabang di Singapura ini mengajukan permohonan ke PN Jakarta Selatan.

Baca Juga: INNALILLAHI, Kampung di Lebak, Banten yang Dihuni 250 KK Ini Sengaja Ditenggelamkan Negara

Kemudian di tanggal 11 Desember 2011, PN Jaksel mengizinkan Deutsche Bank dengan syarat yakni melakukan penjualan di bawah tangan kepada pihak ketiga yang ingin membeli saham pertambangan baru bara.

Lalu singkat cerita, terjualah saham 40% PT Asminco seharga US$ 46 Juta ke PT Dianlia Setiamukti yang merupakan perusahaan nasional. PT Dianlia ini dikuasai PT Sukses Indonesia, PT Persada Kapital, dan PT Saratoga Investama.

Perusahaan ini memiliki beberapa nama “orang besar” di belakangnya yaitu Edwin Soeryajaya, Teddy P. Rahmat, Benny Subianto, dan Garibaldi Thohir.

Setelah Saham Terjual, Polemik Kembali Muncul

Polemik muncul kembali karena proses transaksi ini dianggap tidak sah oleh Beccket selaku pemilik tidak langsung Asminco lewat PT Swabara Mining and Energy, Singapura.

Menurutnya transaksi tambang batu bara PT Adaro di Kalimantan Selatan tidak sah karena dilakukan di bawah tangan, tanpa proses lelang.

Baca Juga: 2025 UMR Yogyakarta Bakal Saingan Ketat dengan UMK Jawa Tengah? Segini Prediksi Gaji Versi Kenaikan 6,5%

Beccket pun mengajukan gugatan ke pengadilan tahun 2005. Ia mengajukan melalui perantara Sukanto Tanoto dan Hashim. Gugatan ini berlangsung di Singapura dengan tuntutan yakni pembatalan transaksi dan pembekuan saham.

Di tengah gugatan tersebut, didapat kabar bahwa Benny Subianto dan Garibaldi “Boy” Thohir lewat PT Alam Tri Abadi juga membeli 40,8% saham Adaro dan 8,2% saham milik MEC Indocoal seharga US$ 378 juta.

Kabar gembira mengiringi kehadiran dua aktor tersebut, PT Adaro Energy Indonesia di Kalsel yang semula dikendalikan perusahaan asing (Spanyol dan Australia) akhirnya sudah menjadi milik pengusaha Indonesia sepenuhnya.

Kepemilikan tambang batu bara ini semakin diakui setelah Pengadilan Singapura menyatakan penolakan terhadap gugatan oleh Beccket.*** (Aliya Farras Prastina)

Rekomendasi