Dibalik Kesakralannya, Bulan Muharram Menyimpan Kesedihan Bagi Rasulullah SAW, Sekaligus Sejarah yang Tragis

InNalar.com – Bulan Muharram atau akrab disebut bulan Suro dikalangan masyarakat Jawa, dikenal memiliki makna tersendiri.

Bulan Muharram tidak sekadar dikenal sebagai bulan yang penuh pantangan, ternyata bulan ini juga memiliki historis pada masa Rasulullah SAW.

Tentunya tidak hanya bagi Rasullulah SAW, Muharram juga penuh kesedihan dalam sejarah Islam.

Baca Juga: Habiskan 150 Miliar, Jembatan Kereta Api Cisomang Purwakarta Bakal Jadi yang Tertinggi di Indonesia

Peristiwa apa nih yang ada dibulan Muharram? lalu, apa kaitan dengan ritual atau kegiatan yang dilakukan umat Muslim khususnya di Indonesia?

Berdasarkan kutipan mui Provinsi Sulsel, pada masa kenabian tahun ke-10 menjadi awal tahun kesedihan bagi Rasulullah SAW.

Banyak orang yang berjasa pada hidup Rasulullah wafat di tahun itu, diantaranya paman beliau Abu Thalib.

Baca Juga: Habiskan Dana 10 Triliun, Bandar Antariksa di Papua Ternyata Ditolak Masyarakat, Kok Bisa?

Abu Thalib terkenal karena memiliki andil besar dalam perjuangan dakwah Rasulullah SAW ketika menyebarkan agama Islam. 

Abu Thalib merupakan paman yang siap siaga, dan rela mengerahkan tenaga serta harta untuk membantu keponakannya.

Kepergian Abu Thalib didengar ketika Rasulullah SAW, dinyatakan bebas dari pemboikotan kaum Quraisy di sebuah lembah.

Baca Juga: Meski Punya Nama ‘Kelam’, Bukit di Kalimantan Barat Ini Jadi yang Terbesar di Dunia, Kalahkan Ayers Rock

Saat mendengar Abu Thalib mengalami sakaratul maut, beliau bergegas menghampirinya dengan maksud ingin menuntun pamannya mengucapkan syahadat.

Ada pendapat yang mengatakan, Abu Thalib tidak bersyahadat karena malu didengar oleh Abu Jahal dan Abdullah Ibnu Umayyah.

Sebagai bentuk kehormatan Rasulullah tetap mendoakan pamannya memohon ampun kepada Allah SWT.

Peristiwa tersebut menjadi faktor turunnya Surat At Taubah ayat 113, yang mengatakan bahwa sikapnya memohonkan ampun tidaklah baik bagi seorang Nabi dan kaum muslimin setelah turunnya pembenaran agama.

Bulan Muharram juga menandai peristiwa pilu yang menimpa cucu Rasulullah SAW Husain bin Ali, yang gugur dalam pertempuran Karbala tepatnya pada 10 Muharram.

Husain bin Ali augur dengan tragis pada pertempuran Karbala, karena terkepung pasukan yang diperintahkan Ubaidullah bin Ziyad untuk mengakui kekhalifahan Yazid bin Mu’awiyah.

Gugurnya Husain bin Ali memantik gelombang emosi di kalangan umat Muslim, cucu yang amat disayangi Rasulullah, wafat secara tragis dalam pertempuran itu.

Sebagai upaya mengenang wafatnya Husain bin Ali, di bulan Muharram atau bulan Suro umat Muslim di Indonesia khususnya di tanah Jawa melaksanakan kegiatan seperti pengajian, ceramah yang mengungkapkan perjuangan cucu Rasulullah.

Adanya kesedihan ini bukan hanya sebagai unsur penguat kesakralan bulan Suro, tetapi juga sebagai upaya memperkokoh ikatan emosional dan spiritual umat Muslim dalam perjalanan sejarah.

Meskipun masyarakat menyebut Bulan Muharram sebagai bulan kesedihan umat Muslim, namun makna di yang terkandung di dalamnya tetap digunakan untuk memperkuat ikatan kebersamaan dan solidaritas. *** 

Rekomendasi