Dibalik Abolisi Tom Lembong, Jokowi Buka Suara soal Kebijakan Impor Gula yang Memanas


inNalar.com –
Kubu mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong memberikan tanggapan tegas terkait pengakuan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) mengenai perintah impor gula.

Jokowi sebelumnya secara terbuka mengungkapkan bahwa dirinya memang pernah memberikan instruksi terkait impor gula, sebagai bagian dari kebijakan pemerintah dalam mengatur pasokan bahan pokok di dalam negeri.

Pernyataan itu keluar setelah Presiden Prabowo Subianto resmi memberikan abolisi kepada Tom Lembong, yang membuatnya terbebas dari proses hukum.

Baca Juga: FIX, Ini Jadwal Rilis Hasil Tes DNA Ridwan Kamil dan Lisa Mariana dari Polri

Dalam keterangannya, Jokowi menegaskan bahwa seluruh kebijakan negara bersumber dari Presiden, sementara aspek teknis berada di bawah kewenangan kementerian terkait.

Pernyataan Jokowi tersebut memicu kritik dari kuasa hukum Tom Lembong, Zaid Musyafi, dalam diskusi politik Overview Tribun News pada Rabu, 6 Agustus 2025.

Menurut Zaid, pengakuan itu justru menguatkan posisi kliennya bahwa Tom Lembong hanya menjalankan tugas negara, bukan melakukan pelanggaran pribadi atau penyimpangan prosedur.

Baca Juga: Hasil Tes DNA Ridwan Kamil dan Lisa Mariana, Pusdokkes Polri Beberkan Fakta Terbaru

Kuasa hukum Tom Lembong, Zaid, menegaskan bahwa pernyataan Presiden Joko Widodo menjadi bukti proses hukum yang menjerat kliennya tidak berjalan secara adil. Menurutnya, Tom Lembong hanya menjalankan perintah resmi yang diberikan kepadanya.

Zaid juga menyoroti adanya indikasi diskriminasi dalam proses hukum di Indonesia. Ia menilai aparat penegak hukum bersikap abai karena tidak pernah meminta keterangan langsung dari Jokowi selama penyelidikan, pemeriksaan di pengadilan, hingga proses penuntutan.

“Yang menjadi pertanyaan, mengapa Jokowi tidak dimintai keterangan sejak awal, baik saat penyidikan maupun persidangan? Kenapa justru baru setelah abolisi diberikan, beliau mengungkapkan pernyataan ini?” lanjutnya.

Baca Juga: Kekayaan Timothy Ronald, Founder Akademi Crypto Kelas Trading yang Buat Membernya Rugi Puluhan Miliar

Menurut Zaid, hal tersebut menjadi pertanyaan besar sekaligus menambah keyakinan pihaknya bahwa proses hukum yang menjerat Tom Lembong tidak dilakukan secara transparan dan adil.

Kasus impor gula ini sebelumnya menyeret nama Tom Lembong hingga dijatuhi vonis pidana.

Namun, pada 2025, Presiden Prabowo Subianto memberikan abolisi yang membebaskan mantan Menteri Perdagangan tersebut.

Pengakuan Jokowi pasca kebijakan abolisi tersebut menjadi pusat perhatian publik dan memicu perdebatan soal konsistensi penegakan hukum di Indonesia.

Sebelumnya, mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong dinyatakan bebas setelah menerima abolisi dari Presiden Prabowo Subianto.

Keputusan ini tak hanya menghentikan seluruh proses hukum terhadapnya, tetapi juga memulihkan nama baik dan kehormatannya sebagai warga negara.

Thomas menyampaikan apresiasi kepada Presiden Prabowo, juga kepada pimpinan dan anggota DPR, atas persetujuan pemberian abolisi itu.

Seperti yang diketahui, Thomas divonis 4 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Tipikor pada 18 Juli 2025 dalam perkara dugaan penyalahgunaan wewenang.

Ia disebut menyetujui impor gula kristal mentah oleh pihak swasta untuk diolah menjadi gula kristal putih.

Namun, setelah menerima abolisi, Thomas justru memulai langkah baru. Lewat kuasa hukumnya, Zaid Musafi, ia melaporkan tiga hakim yang memvonisnya ke Badan Pengawas MA dan Komisi Yudisial.

Laporan tersebut menuding para hakim mengabaikan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) dan malah mengedepankan praduga bersalah (presumption of guilty).

“Pak Tom diperlakukan seolah sudah bersalah, dan persidangan hanya mencari pembuktian atas kesalahan itu. Padahal, proses hukum seharusnya mencari kebenaran,” kata Zaid.

Menurut Zaid, pihaknya telah merekam seluruh jalannya persidangan dan menyiapkan bukti lengkap untuk audiensi di MA dan KY. Mereka juga menilai putusan lebih mengacu pada BAP dibanding fakta persidangan.

Selain melaporkan para hakim, tim kuasa hukum Tom Lembong juga berencana menempuh jalur hukum terhadap auditor BPKP. Langkah ini diambil karena audit yang dilakukan dinilai tidak sesuai prosedur dan berpotensi merugikan klien mereka.

Hakim Agung periode 2011–2018, Gayus Lumbun, menegaskan bahwa laporan terkait perilaku hakim diperbolehkan.

Ia menjelaskan bahwa Majelis Kehormatan Hakim hanya memeriksa perilaku personal hakim, bukan materi putusan.

Abolisi yang diterima Thomas turut berimbas pada kasus lain, di mana sembilan importir swasta yang menjadi terdakwa dalam perkara serupa mengajukan permohonan penghentian proses hukum.

Surat dakwaan terhadap mereka bahkan telah dicabut dari Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat.

Meski demikian, Zaid menegaskan bahwa tujuan utama laporan ini bukan sekadar mencari sanksi bagi hakim, melainkan sebagai evaluasi sistem peradilan.

“Pak Tom tidak ingin ada orang lain diperlakukan seperti dirinya. Ini demi perbaikan proses hukum di Indonesia,” ujarnya.

MA menyatakan sedang mempelajari laporan tersebut. Jika terbukti ada pelanggaran etik, pemeriksaan akan dilakukan, termasuk memanggil hakim terkait dan memeriksa rekaman persidangan.

Kasus ini kini menjadi sorotan publik, bukan hanya karena abolisi yang diberikan, tetapi juga karena menyentuh isu penting tentang integritas hakim, asas praduga tak bersalah, dan transparansi proses hukum di Indonesia.***(Farida Fakhira)

Rekomendasi