

inNalar.com – Bali menyimpan keberagaman budaya yang sangat unik. Salah satunya adalah tradisi Omed-omedan dimana peserta saling peluk hingga cium.
Daerah yang sampai kini masih menjalankan tradisi ini berada di Banjar Kaja, Desa Sesetan, Denpasar, Bali. Lokasinya hanya berjarak 2 km dari ibukota Denpasar.
Sebenarnya, Tradisi Omed-omedan tidak hanya saling cium saja. Melainkan juga saling tarik dan saling peluk.
Baca Juga: Sering Jadi Bahan Gosip, Begini Uniknya Tradisi Sunda di 3 Daerah Jawa Barat Ini
Hanya saja banyak orang yang terlalu berfokus pada saling cium yang dianggap tabu oleh sebagian orang.
Pelaksanaanya diadakan setahun sekali di hari pertama setelah Hari Raya Nyepi berlangsung. Dan diikuti oleh pemuda yang berusia 17 hingga 30 tahun.
Berlangsungnya tradisi ini kerap menarik perhatian wisatawan asing yang sedang mengunjungi Bali.
Baca Juga: Ini Dia 5 Kota Terpadat di Dunia, Daerah di Indonesia Masuk Daftar?
Awal mula Tradisi Omed-omedan diperkirakan sudah ada sejak abad ke-17.
Menurut cerita, tradisi Omed-Omedan berasal dari masyarakat Kerajaan Puri Oka di Denpasar Selatan.
Pada awalnya, warga setempat menciptakan sebuah permainan tarik-menarik untuk bersenang-senang.
Seiring waktu, permainan ini semakin seru dan berubah menjadi aksi saling rangkul. Suasana yang riuh dari permainan ini mengganggu Raja Puri Oka yang saat itu sedang sakit parah, sehingga ia menjadi marah.
Namun, ketika raja keluar dan melihat langsung permainan Omed-omedan, kesehatannya justru membaik.
Sejak kejadian tersebut, raja memerintahkan agar Omed-Omedan diadakan setiap tahun pada Ngembak Geni, hari pertama setelah Nyepi.
Baca Juga: Komitmen Perkuat Layanan Publik, BRI dan Ombudsman RI Berkolaborasi Gelar Sosialisasi Edukatif
Tradisi ini sempat dihentikan di Desa Sesetan, tetapi peristiwa aneh terjadi ketika dua ekor babi bertarung di pelataran pura.
Kejadian tersebut dianggap sebagai pertanda buruk oleh masyarakat, sehingga tradisi Omed-omedan pun dilaksanakan kembali.
Pelaksanaa Omed-omedan dimulai dengan membagi peserta menjadi dua kelompok, yakni kelompok taruni yang diisi wanita, dan kelompok taruna yang diisi pria.
Baca Juga: Daratan Seluas 1.485,36 KM Persegi di Pegunungan Yogyakarta Ternyata Dulu Hanya Dihuni Ikan
Sebelum mulai, peserta diharuskan mengikuti upacara persembahyangan di Pura Banjar dengan tujuan untuk memohon kelancaran dan kebersihan hati.
Kemudian dilanjutkan dengan Tari Barong Bangkung yang bertujuan mengingat kembali peristiwa dua ekor babi yang bertarung di pelataran pura.
Setelah tarian selesai, kedua kelompok akan saling berhadapan dan diatur oleh polisi adat atau dikenal dengan pacalang.
Ketika kedua kelompok saling beradu, pemuda pemudi yang berada paling depan harus saling berpelukan satu sama lain.
Saat berpelukan, masing-masing anggota kelompok akan menarik rekannya hingga terlepas. Dan jika tidak dapat lepas, maka panitia akan menyiram peserta tersebut hingga basah.
Di kala berpelukan tersebut, ada kalanya juga mereka saling beradu pipi, kening, hingga bibir.
Tradisi ini bertujuan sebagai wujud masima krama atau dharma shanti atau menjalin silaturahmi antar sesama warga.***(Muhammad Arif)