

InNalar.com – Dikutip dari laman situs fakultas hukum universitas Muhammadiyah Sumatera utara. Berikut ulasan halal dan haram demokrasi.
Pengertian demokrasi adalah salah satu bentuk sistem pemerintahan yang memegang kekuasaan politik tertinggi adalah rakyat atau warga negara melalui perwakilan yang mereka pilih.
Istilah “demokrasi” dari bahasa Yunani kuno yang memiliki dua kata, yaitu “demos” yang artinya “rakyat”.
Baca Juga: Kekuatan Ustmani: Mengenal Wajah Lain Sejarah Eropa dalam Pertempuran Mohacs
Selain itu dari kata “kratos” yang artinya “kekuasaan” atau “pemerintahan”. Jadi jika jabarkan, demokrasi berarti kekuasaan yang dipegang oleh rakyat.
Jika kita telisik lebih jauh, sejarah demokrasi berawal dari rancuhnya sistem pemerintah di eropa pada abad pertengahan.
Dimasa itu, pemegang kebijakan dipegang oleh para raja dan gereja.
Raja memimpin wilayah kekuasaan dengan kehendaknya masing-masing, sedangkan gereja memegang kekuasaan agama sesuai dengan kehendaknya masing-masing.
Rakyat seakan tidak diberi kebebasan berkendak, karena segala aspek hanya diatur oleh dua opsi ini.
Oleh sebab itu, rakyat eropa mengamuk, mereka menggulingkan para raja dan gereja.
Zaman itu dinamakan dengan “kebangkitan eropa” atau lebih dikenal dengan “Renaissance”. Sehingga dari sini, muncul lah istilah demokrasi dengan slogan “suara terbanyak adalah suara Tuhan”.
Lantas bagaimana pandangan islam tentang demokrasi ini?
Dalam masyarakat islam, terjadi perselisihan yang kompleks. Sebagian menyatakan haram dan sebagian lagi memperbolehkannya.
Mari kita beda satu persatu antar dua pendapat itu.
Menurut pendapat ustadz Fatih Karim, yang kami kutip dalam channel cinta Qur’an Tv.
Beliau berpendapat bahwa demokrasi itu haram, beliau memiliki beberapa alasan sebagai berikut:
Baca Juga: Sandy Walsh Unggah Musik Koplo Saat Latihan Jelang FIFA Matchday, Marselino: Wong Jowo Rek!
Memang betul demokrasi bukan berasal dari ajaran agama Islam, melainkan berasal dari masyarakat eropa yang mayoritas beragama kristen.
Sangat bertolak belakang dengan ajaran Islam, yang memiliki keyakinan bahwa kedaulatan itu sepenuhnya berada ditangan Allah.
Hal ini telah Allah sebutkan dalam surah al-An’am ayat 165 yang berbunyi: “Menetapkan (hukum itu) hanyalah hak Allah. Dia menerangkan kebenaran dan Dia pemberi keputusan yang terbaik.”
Dalam Islam hukum hanya dibuat oleh Allah sedangkan manusia hanya menjalankan apa yang telah Allah tetapkan.
Dalam demokrasi, kebijakan hukum ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. Bisa jadi ketetapan tersebut hanya menguntungkan segelintir pihak.
Keadilan tidak tercipta, masyarakat menjadi terpecah karena fanatik kepada satu tokoh yang didukungnya.
Hal tersebutlah, yang menjadikan permusuhan dan ketidakadilan dalam masyarakat. Karena pada hakikatnya, yang mengetahui kebutuhan manusia hanyalah sang pencipta manusia itu sendiri.
Kita analogikan sebagai handphone. Jika handphone rusak, tidak mungkin handphone mencari solusi untuk memperbaiki dirinya sendiri.
Oleh sebab itulah, kita perlu ke pabrik atau tempat handphone itu dibeli untuk memperbaikinya.
Maka dari itu, atas beberapa alasan tersebut.
Sebagian umat muslim mengharamkan demokrasi.
Lantas bagaimanakah alasan umat muslim yang membolehkan atau bisa dibilang menghalalkan demokrasi?
Dalam hal ini umat muslim yang menghalalkan demokrasi, mengambil pendapat bahwa demokrasi hanya sebagai cara, bukan sebagai kebijakan yang tetap.
Hal senada juga disampaikan oleh Syekh Yusuf al-Qardhawi yang terkenal sebagai ulama modern yang banyak melahirkan karya-karya fenomenal.
Salah satu buku beliau yang berjudul “fiqh daulah” ada pembahasan soal demokrasi.
Dalam bukunya tersebut beliau berpendapat bahwa, demokrasi seperti pisau atau alat.
Kemudian beliau memberikan contoh “ada sepuluh orang yang ingin mengadakan pesta obat-obatan terlarang atau pesta makan saja.
Maka akhirnya, mereka sepakat bahwa akan mengadakan poling suara.
Hasil dari poling suara itu 9 dari 10 orang tersebut setuju untuk melakukan pesta obat-obatan terlarang, dari sinilah demokrasi itu bathil atau haram.
Namun, jika 9 orang menolak untuk pesta obat-obatan terlarang dan hanya 1 orang saja yang setuju, maka disini demokrasi bisa jadi baik.
Oleh sebab itu, jika banyak orang yang memilih kebaikan, maka kebaikan itulah yang akan naik.
Pemegang kebijakan yang terpilih orang-orang baik, maka baik jugalah masyarakatnya.
Baca Juga: Diduga Gunakan Flare Saat Foto Prewed, Bukit Teletubbies Bromo Terbakar, Netizen: Wajib Dipenjara!
Kesimpulannya, demokrasi hanyalah alat.
Karena di zaman ini, umat muslim sedang dalam masa transisi, belum bersatu dan masih banyak perpecahan.
Demokrasi bukanlah hasil final, walaupun demokrasi bukan berasal dari ajaran Islam, namun apa salahnya untuk menggunakan sistem ini dalam masa-masa transisi umat Islam.
Baca Juga: Bukan Rawon, Jajanan Khas Indonesia Ini Duduki Peringkat Pertama Dunia, yang Penasaran Ayo Merapat!
Jika umat Islam semuanya sudah baik, maka barulah sistem pemerintahan Islam dapat ditegakkan. Wallahu a’lam.***