Defisit hingga Rp35 Triliun, Kelangsungan Usaha Emiten Batu Bara Milik Bakrie Group di Kalimantan Timur Ini Dipertanyakan Karena…

inNalar.com – Raja tambang batu bara terbesar di Indonesia, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) milik Bakrie Group tengah hadapi tantangan besar dalam menghadapi performa kinerja keuangannya.

Pasalnya, laporan keuangan konsolidasian interim milik pemegang konsesi batu bara di area Kalimantan Timur ini tampak terdapat catatan khusus yang menjadi sorotan tajam.

Disebutkan dalam laporan keuangan per tanggal 30 September 2023, terdapat adanya indikasi ketidakpastian yang signifikan dalam kemampuan emiten raksasa tersebut untuk bisa mempertahankan eksistensi usahanya.

Baca Juga: Buang Rp56 Triliun Guna Tambah Kapasitas, Bandara Megah di Sumatera Utara Ini Lalui 4 Tahap Renovasi, Apa Saja?

Hal tersebut dapat terlihat melalui total liabilitas jangka pendek konsolidasian Grup yang melebihi jumlah aset lancar.

Diketahui total liabilitas jangka pendek emiten tersebut sebesar 760 juta USD atau jika dirupiahkan dengan kurs Rp15,517.2 maka diketahui nominalnya sebesar Rp11,7 triliun.

Sementara untuk total aset lancar milik Bakrie Group diketahui sebesar 620 juta USD atau setara dengan Rp9,6 triliun.

Baca Juga: Bantu Kurangi Emisi 2.972 Ton CO2 per Tahun, Perusahaan Otomotif Ini Bangun PLTS Atap di Karawang, Hasilkan 3,4 Juta kWh Listrik

Kondisi nilai liabilitas jangka pendek yang melebihi aset lancarnya ini perlu diwaspadai oleh pihak perusahaan.

Pasalnya ketika perusahaan lebih banyak memiliki kewajiban jangka pendek dibandingkan dengan aset lancarnya, maka dikhawatirkan emiten akan mengalami kesulitan likuiditas.

Kesulitan likuiditas merujuk pada situasi ketika perusahaan memiliki permasalahan dalam menghasilkan pemasukan dalam waktu singkat.

Baca Juga: Keruk Cuan Rp1,41 Triliun, Bendungan di NTB Ini Bantu Dorong Provinsinya Jadi Lumbung Pangan Nasional, Panen Berapa Kali Setahun?

Situasi likuiditas yang buruk ini dapat memberatkan emiten hingga akhirnya sulit untuk membayar hutang, memenuhi kewajiban, dan menjaga operasional perusahaan.

Dicatat pula dalam laporan kinerja keuangan BUMI milik Bakrie Grup per 30 September 2023, perusahaan alami defisit laba ditahan sebesar 2,3 miliar USD.

Apabila dikonversikan ke nominal rupiah maka dapat diketahui bahwa defisit laba ditahan perusahaan milik konglomerat ternama Indonesia ini Rp35,6 triliun.

Baca Juga: Diresmikan 12 Tahun Lalu, Bandara Senilai Rp829 Miliar yang Jadi Gerbang Udara Lombok NTB Ini Ganti Nama Jadi Nama Ulama

Kondisi keuangan tersebut mengindikasikan adanya ketidakpastian material dengan kemampuan perusahaan guna menjaga kelangsungan usahanya.

Lantas, apa langkah yang diambil oleh pihak Bakrie Group? Group diketahui kini terus berusaha untuk meningkatkan keunggulan operasional dengan dua cara.

Cara pertama adalah upaya meningkatkan volume produksi, menekan biaya-biaya dan efisiensikan seluruh komponennya.

Baca Juga: Pangkas Biaya Produksi sampai 50 Persen, Tambang Emas di Sumatera Utara Ini Justru Kurangi Produksi sampai 86 Ribu Ons

Cara kedua adalah mempercepat pengembangan Bumi Resources (BRMS), Arutmin, dan anak-anak usaha lainnya dengan memanfaatkan harga komoditas yang semakin baik.

Meski liabilitas jangka pendek senilai 760 juta USD telah berkurang dari tahun sebelumnya yang meroket hingga 922 juta USD.

Namun pihak Bumi Resources perlu berkomitmen untuk menghindari potensi ketergantungan pada pinjaman, karena risiko pembayarannya akan menyebabkan masalah keuangan lanjutan.

Baca Juga: Butuh Guyuran Investasi Rp37 Triliun, Proyek Pembangunan Jalan Tol di Jawa Barat Ini Belum Juga Digarap, Begini Jawaban Kementerian PUPR

Inilah mengapa catatan keuangan PT Bumi Resources dipertanyakan kelangsungan usahanya.

Sebagai informasi tambahan, PT Bumi Resources Tbk ini memiliki dia area konsesi batu bara di wilayah Kalimantan Timur, yaitu ada Kaltim Prima Coal dan Arutmin.

Selain itu anak usaha Bumi Resources meliputi Gallo Oil dan Pendopo Energi Batubara.***

Rekomendasi