Dampak Negatif Usulan Revisi UU Minerba Soal Perguruan Tinggi Kelola Tambang, Ini Kata Pakar

inNalar.com – Menyoal wacana ekspansi kelola tambang ke perguruan tinggi, begini tanggapan para pakar mengenai dampak negatif ke depannya.

Perguruan tinggi sedang diusulkan agar bisa ikut mengelola lahan usaha tambang. Usulan tersebut dikaji dalam revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).

Dalam revisi tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membuka peluang bagi perguruan tinggi untuk mengelola wilayah izin pertambangan (WIUP).

Baca Juga: 3 SD Islam Terbaik di Padang, Sumatera Barat: Nomor 3 Punya Harga Fantastis tapi Super Eksklusif!

Seperti yang tercantum dalam Pasal 51A, WIUP Minerba dapat dilimpahkan kepada universitas secara prioritas. Namun, tetap dipertimbangan luas WIUP, status akreditasi, serta peningkatan akses pendidikan bagi masyarakat.

Tidak hanya itu, tetapi dalam revisi UU tersebut juga mencakup aspek lainnya. Pemberian pengelolaan WIUP ini mencakup pada hilirisasi, pemberian kepada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), serta pemberian kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan.

Dilansir dari Bob Hasan, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR mengatakan bahwa revisi tersebut bertujuan untuk mencapai swasembada energi. Khususnya dalam program hilirisasi dan penerimaan manfaat secara merata bagi masyarakat Indonesia.

Baca Juga: Polemik Perguruan Tinggi Akan Diberi Izin Kelola Tambang, Pakar Hukum: Riskan Konflik Kepentingan

Atas usulan tersebut, sejumlah pakar memberikan tanggapannya menyoal kemungkinan dampak yang bisa ditimbulkan apabila hal ini direalisasikan.

Tanggapan Para Pakar

Muhammad Sarmuji selaku Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar pun menanggapi hal tersebut. Sarmuji menilai bahwa ini merupakan kesempatan bagi lembaga pendidikan tinggi untuk menguji ilmunya.

Baca Juga: Paling Dicari BUMN, Jurusan Kuliah Saintek Ini Punya Prospek Menjanjikan, Peluang Gaji Lulusan Rp50 Juta!

Keterlibatan institus di bidang pertambangan juga bisa menjadi jembatan antara keilmuan dan implementasi di lapangan, tambahnya.

Berbeda dari tanggapan Sarmuji, Syahrial Suwandi selaku Perwakilan PP Muhammadiyah menyoroti bahwa tidak semua institut memiliki kemampuan mengelola pertambangan dan geologi.

Dalam rapat pleno bersama Badan Legislasi DPR, Suwandi menegaskan bahwa kelola tambang merupakan kegiatan terintegrasi dari hulu ke hilir. Oleh sebab itu, sangat diperlukan koordinasi secara menyeluruh dari berbagai aspek.

Satria Unggul Wicaksana, Pakar Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) juga menanggapi persoalan ini. Satria mengatakan bahwa revisi UU Minerba bisa menjadi masalah yang sangat serius, terutama soal konflik kepentingan.

Adapun konflik kepentingan yang dimaksud di sini adalah pimpinan kampus nantinya tidak bisa membedakan antara kepentingan profit dengan peran risetnya.

Baca Juga: Mulai TA 2025/2026, Siswa Sekolah Bakal Dapat Pemeriksaan Kesehatan Gratis, Ini yang Diperiksa!

Menyoal potensi fraud dan korupsi juga merupakan hal yang tidak bisa dipandang sebelah mata.

Oleh karena itu, tata kelola tambang merupakan hal yang harus dipikir matang-matang agar tidak menimbulkan potensi konflik dan dampak negatif.

Satria juga menegaskan bahwa sejatinya perguruan tinggi sejak awal memang tidak dibentuk untuk mengelola pertambangan.

Jadi, itulah informasi mengenai usul revisi UU Minerba berkaitan dengan pemberian kesempatan perguruan tinggi kelola tambang serta tanggapan para pakar dan dampak negatifnya. ***